Sabtu, 05 Juni 2010

Menagih Janji Program Prorakyat





Pengentasan kemiskinan dan pengangguran menjadi agenda utama program kesejahteraan rakyat selama lima tahun ke depan.Masih mengandalkan program lama, belum ada terobosan.
Presiden pada Kamis (29/10) secara resmi telah membuka pertemuan National Summit di Hotel Bidakara, Jakarta. Pertemuan nasional yang diikuti pejabat tingkat menteri dan kepala daerah pada 29-31 Oktober itu membicarakan prioritas program pembangunan selama 2009-2014 yang akan dilakukan pemerintah dan kabinet terpilih.
National Summit juga sekaligus menjadi ajang koordinasi pemerintah pusat dengan daerah dan menteri-menteri terkait sebelum bekerja selama lima tahun ke depan. Program-program pembangunan yang akan dibicarakan dalam National Summit terbagi menjadi tiga yaitu bidang perekonomian; bidang politik, hukum dan keamanan (polhukam); dan bidang kesejahteraan rakyat (kesra).
Menurut Menko Perekonomian Hatta Radjasa,ada enam topik yang dibahas dalam bidang perekonomian yakni infrastruktur, pangan, energi, revitalisasi industri, transportasi, serta sektor usaha kecil menengah dan jasa. Di bidang polhukam, Menko Polhukam Djoko Suyanto menyatakan, topik yang akan dibahas adalah pemantapan otonomi daerah, pelayanan publik, dan reformasi birokrasi, pemberantasan dan pencegahan korupsi, reformasi hukum, serta pemberantasan dan pencegahan tindak terorisme.
Sementara di bidang kesra, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan akan membahas masalah kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, dan perubahan iklim.“Hasil pertemuan yang akan dihadiri oleh menteri di tiap-tiap departemen atau kementerian itu akan menjadi masukan dalam penetapan program seratus hari serta program kerja lima tahun,”jelasnya.
Dari sekian program tersebut, pembangunan bidang kesra adalah tantangan terberat. Hal itu karena fakta bahwa sebagian besar rakyat Indonesia masih tergolong prasejahtera. Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS),sejak era reformasi jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan selalu berada di atas 30 juta jiwa setiap tahun atau hampir 15% dari total penduduk.
Pada 1998 jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 49 juta jiwa. Jumlah itu berhasil diturunkan pada 2004 menjadi 36,2 juta dan kembali ditekan menjadi 35 juta jiwa pada 2008.Meski demikian,jika mengacu pada versi Bank Dunia yang menggunakan indikator penghasilan USD1,25 per hari, angka kemiskinan di Indonesia bahkan bisa melonjak hampir dua kali lipat.
Begitu urgennya masalah itu, pengentasan kemiskinan dan kelaparan di negara berkembang menjadi isu utama dalam Millennium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB.Pada 2015 angka kemiskinan dan kelaparan diharap dapat ditekan sampai minimal 50% dari muka bumi.Untuk mencapai target MDGs, Indonesia harus mampu mengurangi kemiskinan hingga minimal 19 juta jiwa atau sekitar 8% jumlah penduduk.
Program Prorakyat
Dalam pidatonya pada acara pembukaan National Summit 2009,Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan bahwa prioritas pembangunan ekonomi dan kesejahteraan akan dilaksanakan berdasarkan prinsip progrowth, pro-poor, dan pro-equity.Pemerintah juga telah menyiapkan berbagai program dan menetapkan sejumlah target yang harus dicapai.
Presiden mengatakan, selama lima tahun ke depan pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 7%.Kemudian angka kemiskinan ditargetkan turun dari 14% menjadi 8-10%, sementara angka pengangguran turun dari 8,1% menjadi 5-6%. Untuk mencapai target tersebut,Presiden akan mengerahkan semua pembantunya di bidang kesra untuk melanjutkan programprogram penanggulangan kemiskinan yang berhasil diterapkan di periode sebelumnya.
Menko Kesra Agung Laksono mengatakan, program pengentasan kemiskinan terwujud dalam tiga klaster program penanggulangan kemiskinan. Klaster pertama adalah Program Bantuan dan Perlindungan Sosial. Program ini merupakan bantuan yang diberikan tanpa syarat (unconditional) kepada keluarga miskin berpendapatan rendah yang memang layak untuk dibantu.
Jenis bantuan tersebut antara lain pemberian beras, Jaminan Sosial Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), beasiswa pendidikan,dan lain-lain. Klaster kedua adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri atau yang populer dengan nama PNPM Mandiri.PNPM merupakan proyek hibah pemerintah kepada masyarakat untuk pembangunan infrastruktur, modal usaha, maupun bantuan lainnya bergantung kebutuhan komunitas yang bersangkutan.
Sebelumnya program ini bernama Program Pembangunan Kecamatan (PPK). Hingga 2008 PNPM telah menjangkau lebih dari 16.000 desa dengan anggaran mencapai Rp11 triliun. Sementara klaster ketiga adalah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini program bantuan kredit kepada masyarakat yang bertujuan membangun unitunit usaha baru di suatu wilayah.
Pada 2008 pengucuran KUR telah menjangkau sekitar 1,5 juta nasabah. Menurut data Sekretariat PNPM Mandiri,KUR dan PNPM telah berhasil membuka 10 juta lapangan kerja baru pada 2008. Presiden berencana akan meningkatkan jumlah kredit KUR hingga Rp20 triliun. Selain program pengentasan kemiskinan yang disebut di atas, pemerintah juga kembali mempersiapkan program BLT.
Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan, program BLT tetap akan diberikan kepada rakyat yang benar-benar tidak mampu karena,menurut undang-undang, melindungi fakir dan miskin wajib hukumnya bagi negara.“BLT akan diberikan kepada mereka yang benar-benar miskin dan kecil peluangnya untuk sejahtera misalnya lansia,”ujar mantan Dubes RI untuk Arab Saudi itu.
Tidak Ada yang Baru
Jika dilihat dari segi program, sebenarnya tidak ada yang baru dari pertemuan National Summit. Proyek-proyek yang direncanakan selama lima tahun ke depan itu hanya revitalisasi program-program sebelumnya. Berbagai program seperti PNPM Mandiri, PKH, KUR, bahkan BLT sudah dilaksanakan oleh pemerintahan sebelumnya. Pemerintah tampaknya masih mengambil sikap safety dengan mengandalkan keberhasilan program- program lama ketimbang membuat terobosan.
Adapun perbedaannya terletak pada penekanan yang lebih terhadap kerja sama atau kemitraan strategis antara pemerintah dan dunia usaha. Dalam pidato pembukaan National Summit,Presiden menyinggung pentingnya perluasan ownership dari program-program pemerintah. Presiden berharap, kerja sama yang dijalin dapat mempercepat laju pertumbuhan, membuka lapangan kerja sehingga mengurangi kemiskinan.
Sebagai contoh, di bidang ekonomi pemerintah mengajak pihak swasta untuk berinvestasi di bidang infrastruktur. Di bidang kesra, pengusaha juga diharapkan partisipasinya dalam membantu meningkatkan kapasitas ekonomi rakyat seperti melalui pemberian kredit bagi UKM,KUR,ataupun kredit-kredit usaha kecil lainnya.
Tidaklupa,memberikan pengetahuan dan mengembangkan bakat kewirausahaan (enterpreneurship) kepada masyarakat. Selama ini unit-unit usaha penopang kegiatan ekonomi rakyat mayoritas hanya ditangani pemerintah atau BUMN, tetapi minim partisipasi dunia usaha. Sejauh ini sejumlah BUMN telah terlibat dalam program-program pemerintah.
Di dunia perbankan misalnya, Bank Mandiri, BRI, BNI, atau BTN telah berpartisipasi mengucurkan modal usaha KUR kepada pengusaha kecil dan mikro. Jumlah penerima kredit akan semakin bertambah jika ada partisipasi bank-bank swasta. Untuk itu,momentum National Summit ini harus dapat memberikan rekomendasi yang applicable.
Selama ini berbagai program pengentasan kemiskinan kerap terbentur masalah koordinasi, baik antardepartemen maupun instansi terkait. Selain itu, berbagai kendala yang selama ini muncul juga harus segera diperbaiki misalnya karut-marutnya
data kependudukan serta masalah izin usaha.


Oleh: M. Azhar - Litbang Seputar Indonesia

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/280614/34/

Pdt. ANTIPAS LA’ ANA; PENGINJIL YANG PEDULI LINGKUNGAN DAN PEMUDA

“Suatu hari Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta memberi informasi kepada saya bahwa saya masuk dalam nominasi untuk mendapatkan Kalpataru dari Presiden RI karena peran saya dalam bidang lingkungan hidup di Alor. Mendengar informasi yang disampaikan Bupati itu, saya katakan bahwa saya bekerja bukan untuk mendapatkan Kalpataru atau dapat apa-apa.” Lalu Pak Bupati bilang, ah pendeta apa kok tolak naik pewasat ke Jakarta.” Saya
juga bilang ke bupati, kalau mau beri saya penghargaan, bawa datang saja ke sini, kalau saya harus pergi ke Jakarta, saya tidak mau. Akhirnya Kalpataru dibawa oleh Pak Bupati ke Alor. Suatu ketika, saya terkejut karena tiba-tiba ada banyak mobil yang masuk ke bukit doa ini. Saya pikir dalam hati, jangan –jangan karena saya tidak pergi jadi mereka datang ke sini. Dalam rombongan itu, ada Pak Wakil Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Kemudian Pak Bupati menyerahkan Kalpataru ke saya. Saya punya alasan teologis dan itu bisa dibaca dalam 2 Korintus 6 : 9 “sebagai orang yang tidak dikenal namun terkenal, sebagai orang yang nyaris mati tetapi sungguh hidup, “ ungkap Antipas yang pernah menerima cincin emas dari Gubernur NTT, Piet Alexander Tallo ini.
Lelaki tegar berambut keemasan ini, dilahirkan di Wolatang- Alor pada 2 November 1946 dengan nama lengkap Antipas La’ana. Saat ini tokoh agama yang menggeluti bidang penghijauan bukit gundul Ayalon ini berdiam di Desa Petleng, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Ia menyelesaikan Pendidikan Sekolah Rakyat (SR) dan melanjutkan ke SMP Negeri Kalabahi tahun 1963, dan kemudian meneruskan ke Sekolah Menengah Atas di Kalabahi lalu masuk Perguruan Tinggi di Sekolah Theologia Jaffray, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1965 sampai tamat tahun 1971. Usai menamatkan pendidikan tingginya di Bumi Angin Mamiri, Antipas kembali ke tanah kelahirannya dan menjadi Pendeta di Alor.

Antipas merupakan sosok yang tidak mau menggantungkan hidupnya pada keadaan dan pasrah pada nasib. Selain menekuni bidang theologi dan lingkungan hidup, dia juga aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan. Ketika kembali dari perantauan di Ujung Pandang dan lama menjadi Pdt di Kota Kalabahi, dia kemudian mendirikan serta memimpin Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Ayalon pada tahun 1970 sampai sekarang. Dia juga diangkat menjadi Ketua Konferensi Daerah III GKII NTT, menjadi Ketua Komisi Penginjilan Daerah tahun 1972 – 1983, dan pernah dilantik menjadi Pendeta melalui Konferensi Daerah III NTT 1974 di Welai, Alor. Dalam kedudukannya sebagai Ketua Yayasan Ayalon, Antipas pernah diundang oleh DR. Billy Graham untuk menghadiri Konferensi Penginjilan Sedunia di Amsterdam - Belanda pada tahun 1986.

Selain itu, Tokoh yang tegas, keras dan lemah lembut ini pernah menjadi Asisten Gembala Sidang GKII Watatuku pada tahun 1972 – 1982. Diangkat menjadi Ketua Komisi Penginjilan Daerah V GKII Alor – NTT melalui. Konferensi tahun 1984 – 2003.
Pekerjaan terakhir yang ditekuni saat ini adalah sebagai pemrakarsa sekaligus pendiri Pusat Latihan Pemuridan (PLP) dan Sekolah Alkitab Ayalon pada tahun 1982 sampai sekarang.

Aktivitas Antipas yang pernah meraih Kalpataru dari Presiden ini, unik dan merarik untuk disimak. Sebab Antipas merupakan figur dan sosok agak langka, karena selain menghijaukan bukit gundul Ayalon, dia juga menetap di dalam wilayah hutan Ayalon, membangunnya menjadi tempat doa dan refresing religius untuk menghilangkan stress dan kepenatan orang-orang yang didera beban berat dan depresi.

Salah seorang jurnalis yang juga Pemimpin Redaksi Tabloid Ombay News di Alor, Silvester Nusa, menuturkan, Antipas adalah satu-satunya tokoh religius yang berkiblat ke lingkungan alam. Hal ini belum pernah ada Pendeta di Alor yang melakukannya. Uniknya, banyak orang pemuda-pemudi yang mabuk, nakal dan terlibat narkoba, serta berbagai keluarga yang hancur berantakan rumah tangganya telah banyak ia sembuhkan dengan doa dan beristirahat di dalam hutan lamentoro buah karya tangannya, beber wartawan senior di Bumi Kenari ini.

Hal senada juga diungkapkan oleh, Dorkas, salah seorang warga masyarakat yang sering datang ke Bukit Doa untuk meminta pelayanan doa, mengatakan, Antipas adalah pekerja keras yang tidak kenal lelah, perjuangan menghijaukan bukit ini memakan waktu yang lama, namun dia tetap setia menjalaninya hingga bukit ini menjadi hijau dan rimbun dengan pepohonan.
Antipas mengakui bahwa semua aktivitas yang ia lakukan telah membantu banyak orang. Dia menceritakan, sejak tahun 1979-1980 ia datang ke Bukit Ayalon. Saat itu, bukit Ayalon terlihat gundul dan gersang, hanya ada bebatuan bebatuan cadas. Saat itu, dirinya justru dicap sebagai seorang yang bodoh dan orang gila. Bahkan di lingkungan gereja pun menolak dan mengoloknya, karena berpindah dari lingkungan gereja dan tinggal di bukit gundul itu. Menurut mereka, tidak lasim seorang Pendeta yang seharusnya memimpin umat dan jemaatnya dari dalam lingkungan gereja, malah membangun tempat doa di atas bukit gundul dengan membangun pondok doa baru.

Dia mengisahkan, saat mulai menanam pohon pada bukit gundul dan membuka tempat doa, dia menemukan seekor anak rusa. Rupanya karena ia sangat mencintai binatang rusa yang menjadi salah satu binatang langka di Alor yang sering diburuh. Anak rusa itu terus dia pelihara dan berkembang biak sampai sekarang. Saat ini sudah ada dua kandang rusa. Jumlahnya sekitar 50 ekor. “Saya datang ke bukit ini karena petunjuk Tuhan dalam doa. Saya berdoa dan Tuhan menggerakan hati saya untuk datang ke sini. Saya percaya bahwa Tuhan tidak hanya ada di gereja saja tetapi di mana saja, termasuk di alam terbuka ini, demikian tuturnya menantang berbagai anggapan dan opini miring tentang perjuangannya.

Lebih jauh lagi, dia mengatakan, setiap hari saya menanam sepohon demi sepohon tanaman lamentoro dan berbagai bibit pohon lainnya. Saya juga memperhatikan mereka setiap hari, pagi dan sore saya selalu berjalan keliling bukit ini mengamati pohon-pohon yang saya tenam. Kalau ada yang mati, keesokan harinya langsung saya tanam ulang.
Waktu itu, saya mempunyai beberapa anak-anak dan umat yang datang membantu. Mereka saya beri tugas untuk menyiram dan merawat serta menjaganya agar tanaman tanaman tidak dimakan binatang. Seiring perjalanan waktu, tanaman tanaman yang semula kecil, perlahan tumbuh dan menjadi besar. Saya larang orang atau pengunjung yang datang ke bukit ini merusak tanaman, mematahkan ranting, mencuri kayu dan atau membuang sampah-sampah plastik. Setiap orang yang masuk ke bukit doa ini juga tidak boleh merokok dan membung puntung rokok di sini. Memang awalnya, saya menghadapi tantangan yang berat, karena kebiasaan masyarakat yang tidak mengandangkan ternak sering masuk ke wilayah bukit dan memakan tanaman. Selain itu juga ada orang-orang yang masuk mencari dan mencuri kayu api, namun karena sering saya awasi, lama kelamaan kebiasaan itu perlahan berkurang dan hilang. Saat ini, bukit Doa Ayalon, akhirnya menghijau rimbun bak hutan belantara yang berdiri megah indah dan menakjubkan di tengah Kota Kalabahi yang makin hari makin terik ini. Demikian ceritanya mengenang sejarah karyanya dalam menghijaukan bukit gundul, yang telah menguras waktu dan tenaga namun telah membuahkan hasil dan menyumbangkan secuil O2 bagi masyarakat Alor, NTT dan dunia ini.
Pengalaman yang sangat berkesan dari Antipas, adalah ketika dia ditolak atau tidak diterima oleh kalangan Gereja. Awalnya para Pendeta dan juga beberapa anggota jemaat tidak mengakuinya sedikit pun dan mengucilkan dia, tetapi setelah ada hasil barulah ada yang mulai mengakuinya.
Dalam perjuangan menghijauhkah hutan ini, Antipas tidak bekerja sendirian. Dia menggerakan dan melibatkan semua orang yang mendukungnya, baik anak-anak kecil, kaum muda dan orang tua, termasuk kaum perempuan. Semuanya bersama-sama bekerja bahu membahu sesuai dengan kemampuannya masing-masing berusaha bekerjasama menanam dan merawatnya. Menurut dia, peran kaum perempuan bukan hanya membantu menyiapkan makan dan minum tetapi juga bersama-sama bekerja mulai dari merawat pohon hingga bersama membangun tempat doa ini.
Dalam dadanya hanya berkobar satu tujuan yang mulia dari semua aktivitasnya di atas Bukit Doa Ayalon, yaitu untuk menjaga kelestarian hutan dan sumber daya air demi keberlangsungan hidup manusia, binatang dan tumbuhan.

Berkat usahanya, pada tahun 2006 Antipas berangkat ke Israel bersama 17 rekan Pendeta. Di Israel, dia sempat mengunjungi Lembah Ayalon. “Di Israel pohon sangat kurang dibandingkan hutan di Indonesia. Di Israel, Lembah Ayalon menjadi tempat wisata rohani. Dia berharap di Bukit Doa Ayalon juga bisa menjadi tempat wisata rohani, itulah impian Pdt. Antipas.

Sekarang, bukit doa ini banyak didatangi anak muda, ada yang pemabuk dan dan anak-anak nakal. Mereka datang mau bertobat dan belajar pendalaman Alkitab. Ada diantara mereka yang sudah jadi pendeta. Ada juga yang datang menikmati panorama dan kesunyian bukit ini. Selain itu, ada pula yang datang meminta disembuhkan, seperti orang gila, buta, lumpuh, broken home, termasuk orang-orang yang ingin mendapatkan anak atau jodoh.

YACOB MOCA; TOKOH LINGKUNGAN HIDUP

Nama dan sosok Yacob Moca tidak asing lagi ditelinga Rakyat Alor. Selain ketokohannya di bidang pendidikan dan bidang politik praktis, mantan anggota DPRD Alor ini juga telah dikenal luas berbagai kalangan sebagai lelaki baja yang berjuang keras menghijaukan Alor dengan mengembangkan tanaman cendana, yang kini menjadi ikon NTT. Bila kita memasuki Kota Kalabahi, dan bertanya tentang ketokohan Yacob Moca, maka banyak masyarakat, baik guru, aktivis LSM, parpol dan warga masyarakat tentu mengenal nama lelaki yang pernah menerima penghargaan dari Citra Mandiri Indonesia ini.

Figur Yacob Moca yang akrab dengan wartawan ini, lahir di Alor. Dia adalah buah cinta dari Yoseph Moka dan Agustina Moka. Suami dari Yance Moka dan ayah dari, Gerson Moca, Nilo Agustina Moka, Leti Moka ini menikah pada tahun 1968 di Kalabahi-Alor. Yacob masuk Sekolah Rakyat (SR) Adang dan tamat pada tahun 1956. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Guru Besar (SGB) dan tamat tahun 1960 dan terus melangkah ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG/KPG) pada tahun 1970, kemudian ke Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan meraih gelar sarjana hukum. Bekal pengalaman organisasi mulai ditorehnya pada tahun 1963, ketika itu ia bergabung dengan GAMKI. Dan kemudian menjadi anggota Partai Kristen Indonesia (Parkindo) pada tahun 1970. Kariernya diorganisasi politik makin melejit ketika ia terpilih menjadi Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1973, ketika Parkindo lebur ke PDI pada tahun 1973. Jabatan politik di PDI hanya bertahan hingga tahun 1984. Yacob kemudian masuk menjadi anggota Golkar hingga tahun 1999 lalu berhenti dan menjadi Ketua DPK Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Kabupaten Alor yang kemudian berubah nama pada pemilu 2004 menjadi PKPI. Jabatan terakhir di pentas politik Alor yang tengah diemban sekarang adalah menjadi kader dan anggota Partai Demokrat Kabupaten Alor.

Selain berpengalaman luas di bidang politik praktis, Yacob setelah menamatkan pendidikannya, telah merintis karier menjadi guru pada tahun 1973, namun kemudian diberhentikan karena keterlibatannya menjadi pengurus PDI yang waktu itu sangat dibenci oleh Golkar. Dia pernah menjadi Kepala Desa Persiapan tahun 1997, anggota DPR PDI ada tahun 1971-1977 dan setelah itu pernah menjadi anggota DPRD Alor dari PKP/PKPI pada tahun 1999-2004.

Kariernya bukan hanya itu saja, dia juga merupakan pendiri Gereja Seideon-Weleng-Kokal, Kelurahan Adang. Pendiri Sekolah Rakyat GMIT Vilial-Kokal pada tahun 1963, yang kemudian berubah menjadi SD Anglawening dan akhirnya dijadikan sekolah negeri pada tahun 1964. Setelah mendirikan dan menjadi guru di SD itu, ia kemudian pindah ke SD GMIT Mebung pada tahun 1965 dan mendirikan SD Puleleng, dan kemudian pindah ke SD GMIT Omtel-Kekenerlang pada tahun 1968.Pada tahun 1997 dia juga mendirikan lagi SD Ladung dan Gereja Ladung.

Aktivitasnya dalam bidang lingkungan hidup dimulai pada tahun 1987. Saat itu, dia mulai membentuk Kelompok Tani Karya Delima dan membentuk Kelompok Tani Hutan Uhe Doi-Adang. Inisiatifnya membentuk kelompok tani itu, agar dapat melakukan reboisasi dihutan Ule yang saat itu gersang. Luas lahan itu sekitar 20-an hektar. Kemudian hutan itu diperluas menjadi 50 hektar dan khusus ditanami tanaman Cendana. Selain tanaman itu, dilahan seluas 50 hektar itu juga ditanami tanaman komoditi lainnya, seperti kemiri, coklat, kopi, cengkeh dan lain-lain. Semua anakan cendana, dia meminta bantuan dari pemerintah. Kemudian bibit cendana didatangkan dari Soe-TTS, yang lainnya dicarinya sendiri dengan cara swadaya.
Di sela-sela bibit tanaman cendana, ditanami tanaman tumpang sari, seperti ubi-ubian dan juga jagung. Dia hanya memberi petunjuk pada kelompok taninya tanpa ada biaya sepeser pun.

Dia merasa beryukur pada pemerintah karena memberikan lahan untuk mereka dengan catatan tidak boleh dirusak dan tidak boleh ditanami padi-padian. “Oleh pemerintah, kami diwajibkan untuk menjaga kawasan hutan itu, tidak boleh merusaknya, baik dengan cara tebas bakar dan menebang pohon-pohon di kawasan itu. Sebelumnya, saya berusaha memindahkan kelompok masyarakat yang berdiam di kawasan hutan itu ke tampat pemukiman baru di perkampungan Ifanglee. Alasannya, jika mereka terus tinggal dikawasan hutan itu, maka mereka tetap terkurung. Anak mereka tidak bisa mengenyam pendidikan, mereka akan diserang penyakit malaria dan lain-lain karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, saya juga berjuang memindahkan mereka agar anak-anak bisa sekolah dan mereka dapat diperhatikan pemerintah.
Dalam melakukan gerakan penghijauan di kawasan hutan itu, Yacob mengalami berbagai tantangan dan hambatan, yakni banyak orang yang tidak mendukungnya, keterbatasan dana, namun dia tetap berusaha dan berjuang demi kemajuan masa depan generasi akan datang. “Ada masyarakat yang menolak, tak mau dipindahkan, namun karena saya beri pemahaman terus menerus maka mereka terima dan kemudian pindah ke pemukiman baru, yang dibangun sendiri oleh masyarakat, tuturnya.

Saat ini, dikawasan hutan itu tumbuh subur dan lebat dengan tanaman Cendana, yang kini telah menjadi hutan yang rimbun. Cendana yang berhasil hidup dan berkembang ada 8.317 pohon. Itu hasil pertama, sekarang sudah menjadi rimba Cendana. Ukuran terbesar berdiameter 60 m2.

Pernah suatu waktu, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya datang meninjau kawasan hutan
Cendana itu. Dia bertanya kepada saya, kapan mau jual cendana-cendana ini ?
Saya bilang seratus tahun lagi, karena nanti anak cucu saya yang akan menikmatinya, yang saya rasakan hidup saya tidak sia-sia Yang saya rasakan hidup saya tidak sia-sia, saya hidup dan saya bisa buat, tidak ada niat untuk segala macam, hanya rasa kepuasan batin, ungkap Yacob.
Yacob mengajak masyarakat yang seluruhnya adalah petani untuk melestarikan hutan.Ajakannya, mendapat respon positif dari para petani. Masyarakat yang daerahnya menjadi kawasan hutan terbagi dalam tiga kelompok. 1) Kelompok seluruh hak miliknya berada dalam kawasan, 2) kelompok sebagian dalam dan sebagian luar, dan kelompok yang diluar tetap diluar. (ini saat berdirinya Dinas Kehutanan di Kabupaten Alor menetapkan batas kawasan seluas 7.500 hektar)

Dalam melaksanakan kegitannya, kelompok kaum perempuan juga banyak yang terlibat langsung, baik para ibu-ibu, para janda, maupun kaum remaja. Semua mereka bergotong royong gotong-royong, tidak pake upah, hanya mengurusi makanan dan minuman. Mereka bekerjasama saling membantu satu sama lain.
Modal dasar keberhasilannya juga berkat dukungan yang kuat dari kaum perempuan. Semua keberhasilan hanya karena kuatnya rasa kekerabatan, kekeluargaan, serta adanya kepentingan yang sama, tidak semata mata karena tekanan atau arahan Yacob Moca.

Jurnalis Tabloid Alor Pos, Linus Kia, menuturkan bahwa Yacob Moca berkarya dibidang lingkungan hidup, khususnya mengembangkan tanaman cendana sejak tahun 1970-an memulainya dengan mengajak keluarga dan masyarakatnya menanam anakan Cendana di bukit Omtel, yang sejak tahun 2006 sudah mendapat dukungan dari Pemerintah dan Kementerian Kehutanan. Saat ini, kawasan itu menjadi kebun cendana dan tempat wisata bagi tamu atau wisatawan dari luar Alor. Jika dibandingkan dengan Kota Soe, jumlah cendana di Alor sekarang lebih banyak. Salah satu faktor mendukungnya adalah karakter masyarakat yang menanam dan memelihara hingga tanamannya besar. Latar belakangnya karena posisi letak wilayah di kemiringan. Pada tahun 2004, ketika dia menjabat anggota DPRD Kabupaten Alor, sebagian dari uang gajinya dipakai untuk mendukung perjuangannya. Yang menarik adalah kepeloporan dari pelestarian hutan. Selain bertujuan mencegah longsor, tetapi juga untuk melestarikan hutan, mata air dan keseimbangan ekosistem, lanjut Linus sembari menambahkan bahwa berkat jasanya dia akhirnya mendapatkan sertifikasi pembenihan cendana dari kementrian kehutanan.
“Kebanggaan saya, bukan karena saya mendapatkan penghargaan. Sejak awal saya bekerja tidak pernah terbersit dalam hati saya bahwa nanti saya akan menerima hadiah dan penghargaan. Saya hanya meresa bangga kalau apa yang sudah saya rintis terus ditumbuhkemabngkan oleh generasi sat ini, untuk mewudukan citra Alor di NTT, Indonesia dan dunia internasional,”ungkapnya penuh harap.


Laporan: Sil Nusa, KOrnelis Moa Nita

PERATURAN DESA PURA UTARA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN TERNAK



PEMERINTAH KABUPATEN ALOR
KECAMATAN PULAU PURA
DESA PURA UTARA

PERATURAN DESA PURA UTARA
NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

PENERTIBAN TERNAK




DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA PURA UTARA,

Menimbang

: a. bahwa penertiban ternak yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 6 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum, maka Pemerintah Desa perlu mengatur lebih lanjut dengan Peraturan Desa;
b. bahwa ternak yang berkeliaran dapat merusak tanaman masyarakat dan pencemaran lingkungan maka wajib ditertibkan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang Penertiban Ternak;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang–Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah di ubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 tahun 2004 tetang pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59, Tambahan Lembabaran Negara Republik Indonesia 4844);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4589);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4539);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2003 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 27) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 6 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 448);
9. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 378);
10. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2003 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 418);
11.Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436);
12.Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 447);
13.Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 27; Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 459);


Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PURA UTARA

dan

KEPALA DESA PURA UTARA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PENERTIBAN TERNAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan desa ini yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah desa Pura Utara.
2. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan BPD Pura Utara.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan perangkat Desa Pura Utara.
4. Kepala desa adalah kepala desa Pura Utara.
5. Desa lain adalah desa di luar Desa Pura Utara.
6. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya di sebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Pura Utara.
7. Masyarakat adalah masyarakat Desa Pura Utara.
8. Ternak adalah hewan yang dipelihara masyarakat dalam hal ini kambing dan babi.
9. Penertiban ternak adalah upaya sadar dari masyarakat untuk menertibkan ternak piaraannya.
10. Fasilitas publik adalah gedung sekolah, kantor desa, rumah ibadah dan jalan raya.




BAB II
PENERTIBAN TERNAK

Pasal 2
(1) Masyarakat wajib menertibkan ternak yang dipelihara.
(2) Untuk menertibkan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengikat atau dikandangkan.

Pasal 3
Khusus ternak Kambing, kegiatan penertiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berlangsung pada awal bulan Nopember Tahun berjalan sampai dengan bulan Mei Tahun berikutnya.


Pasal 4
Jarak ternak yang diikat dan atau dikandangkan diatur sebagai berikut:
a. Jarak dengan sumur :
1) Babi 30 (tiga puluh) meter; dan
2) Kambing 15 (lima belas) meter.
b. Jarak dengan rumah pendukuk :
1) Babi 50 (lima puluh) meter; dan
2) Kambing 25 (dua puluh lima) meter.
c. Jarak dengan fasilitas publik:
1) Babi 30 (tiga puluh) meter; dan
2) Kambing 25 (dua puluh lima) meter.

Pasal 5
Masyarakat di larang mengikat dan atau mengkandangkan ternak di Kebun/mamar orang lain.

BAB III
SANKSI

Pasal 6
Masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dan pasal 4 dikenakan denda sebesar Rp. 25.000,- (Dua Puluh Lima Ribu Rupiah).

Pasal 7
(1) Kepala Desa Wajib memanggil masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dan menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(2) Pembayaran atas sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi penerimaan desa.
(3) Dikecualikan dari ketentuan seagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.



BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 8
(1) Ternak milik masyarakat dari desa lain yang berkeliaraan dalam Desa, wajib ditangkap.
(2) Kegiatan penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam, Pemerintah Desa wajib mencari tahu pemiliknya dan memanggil yang bersangkutan serta menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

BAB V
PENUTUP

Pasal 9
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa.

Pasal 10
Peraturan desa ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Alor.


Ditetapkan di Abila
pada tanggal 15 Januari 2009

KEPALA DESA PURA UTARA



YOHANIS KIARUTANG


Diundangkan di Kalabahi
pada tanggal ……………….

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,



SEPARIANUS DATEMOLY



BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2009 NOMOR ....
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DESA PURA UTARA
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PENERTIBAN TERNAK
1. UMUM

Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memposisikan Desa sebagai Desa yang otonom, sekaligus memberi ruang kewenangan kepeda Desa untuk menyusun Peraturan Desa.

Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara serentak yang dimulai dari Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 6 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 10 Tahun 2003 tentang Kebersihan dan ketertiban Umum, mewajibkan setiap masyarakat untuk menertibkan ternak.

Bahwa ternak yang berkeliaran dapat merusak tanaman masyarakat dan pencemaran lingkungan sehingga memberi resiko terjadinya bencana maka perlu adanya upaya sadar dari masyarakat untuk menertibkan ternak piaraannya.

Bahwa secara sosiologis, perilaku masyarakat di Desa Pura Utara selalu melepaskan ternaknya untuk berkeliaran sehingga perlu dilakukan upaya penertiban, yang dilegitimasi dengan Peraturan Desa.

Bahwa dalam konteks yang demkian, maka perlu dibentuk Peraturan Desa tentang Penertiban Ternak.

Bahwa Peraturan Desa ini akan menjadi dasar hukum dalam menertibkan ternak di Desa Pura Utara.










II.PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini maksudnya pembayaran atas sanksi denda setelah diterima Kepala Desa, selanjutnya diberikan kepada Pemilik Kebun atau mamar.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.


TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR ........

PERATURAN DESA PURA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT



PEMERINTAH KABUPATEN ALOR
KECAMATAN PULAU PURA
DESA PURA BARAT

PERATURAN DESA PURA BARAT
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN BIOTA LAUT



DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA DESA PURA BARAT,

Menimbang : a. bahwa biota laut sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor, dilindungi maka perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Desa;
b. bahwa biota laut merupakan sumber penghidupan sehingga perlu diatur pengelolaan dan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya di laut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4539);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut Di Kabupaten Alor ( Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 20, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 72) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabpaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 451);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 378);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2006 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 417);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 447);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 27,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 459);

Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PURA BARAT
dan
KEPALA DESA PURA BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah Desa Pura Barat.
2. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan BPD Pura Barat.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa Pura Barat.
4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pura Barat.
5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Pura Barat.
6. Masyarakat adalah masyarakat Desa Pura Barat.
7. Biota laut adalah segala jenis hewan dan tumbuhan yang hidup dan berkembang biak di laut.
8. Perlindungan Biota laut adalah suatu upaya terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk melindungi biota laut.
9. Tomung adalah jenis terumbu karang tempat ikan bertelur.
10. Bakar adalah jenis terumbu karang tempat berlindungnya ikan.
11. Mara adalah jenis tumbuhan laut tempat berlindung dan bertelurnya ikan.
12. I’ming adalah jenis biota laut yang lasim disebut meting, jenisnya berfariasi yang dapat dikonsumsi.
13. Ihiwal adalah jenis alat yang terbuat dari bambu atau kayu yang digunakan untuk mengambil Mara.
14. Hu adalah sendok makan yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengambil Mara.
BAB II
ASAS, TUJUAN DAN SASARAN

Pasal 2
Perlindungan biota laut berdasarkan pada asas:
a. tanggungjawab masyarakat;
b. berkelanjutan; dan
c. manfaat.

Pasal 3
Perlindungan biota laut bertujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang berada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4
Sasaran perlindungan biota laut adalah:
a. terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan laut;
b. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan masa depan;
c. terkendalinya pemanfaatan biota laut.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban

Pasal 5

(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mencari nafkah di laut.
(2) Untuk melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat wajib:
a. memelihara kelestarian biota laut; dan
b. melaporkan ke Pemerintah Desa bila terjadi pengrusakan biota laut.

Bagian Kedua
Peran Masyarakat

Pasal 6

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan biota laut.
(2) Pelaksanaan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. mengelola dan melestarikan biota laut;
b. melakukan pengawasan terhadap kegiatan/usaha masyarakat di laut; dan
c. memberikan masukan, saran, pendapat yang mendukung Pemerintah Desa dalam pengambilan Keputusan.

BAB IV
JENIS BIOTA LAUT YANG DILINDUNGI

Pasal 7

Jenis biota laut yang dilindungi adalah:
a. ikan (A’b);
b. terumbuk karang (tomung, bakar);
c. mara;
d. i’ming; (idir bor, mamang);
e. udang (tubal tere).

BAB V
JENIS ALAT TANGKAP
Bagian Kesatu
Jenis Alat Tangkap Yang dizinkan

Pasal 8
(1) Jenis alat tangkap yang diizinkan adalah:
a. bubu (bub, wer);
b. pukat; ukuran 1 (satu) sampai 3 (tiga) inci;
c. pukat ukuran 0,5 (nol koma lima) inc;
d. senapan; dan
e. pancing.
(2) Khusus untuk pengambilan Mara, jenis alat yang digunakan adalah:
a. ihiwal; dan
b. hu.
Bagian Kedua
Jenis Alat Tangkap Yang Dilarang
Pasal 9
Jenis alat tangkap yang dilarang adalah:
a. bom ikan;
b. potas; dan/atau bius (dai’); dan
c. pukat ukuran 0,1 (nol koma satu) sampai 0,4 (nol koma empat) inci

BAB VI
PEMANFAATAN WILAYAH LAUT
Pasal 10
(1) Dalam rangka melindungi biota laut diatur pemanfaatan wilayah laut.
(2) Pemanfaatan wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan alat yang digunakan.

Pasal 11
Pemanfaatan wilayah laut sesuai alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terdiri dari:
a. wilayah Bubu;
b. wilayah Pukat ukuran 1 (satu) – 3 (tiga) inci;
c. wilayah Pukat ukuran 0,5 (nol koma lima) inci;
d. wilayah Senapan;
e. wilayah Pancing; dan
f. wilayah Mara’.
Pasal 12
(1) Wilayah Bubu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, meliputi :
a. Puladang iming sampai tamal wakal; dan
b. Buta Merang sampai Mali Ong.
(2) Wilayah pukat ukuran 1 (satu) –3 (tiga) inci, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, meliputi :
a. Jar omi;
b. Ebear eng;
c. Bakolaha;
d. Kalaba;
e. Buta merang; dan
f. Elet era.
(3) Wilayah pukat ukuran 0,5 (nol koma lima) inci, sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf c meliputi :
a. Kalaba sampai Elet Era;
b. Loveni Olang Iming; dan
c. Habait.
(4) Penggunaan alat Senapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 huruf d meliputi seluruh perairan laut Desa.

Pasal 13
Wilayah Pancing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf e, meliputi seluruh wilayah perairan laut Desa.

Pasal 14
Wilayah Bubu dan Pukat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a dan huruf b, meliputi :
a. Molaha;
b. Bakolaha;
c. Jar omi; dan
d. Tamal Wakal.
Pasal 15
Wilayah pengambilan Mara dengan alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) yakni dari Manapa sampai Elet Era.

Pasal 16
Wilayah penangkapan ikan dengan alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf g yakni dari Mali ong sampai Tamal Wakal

BAB VII
LARANGAN
Pasal 17
Masyarakat di larang:
a. menangkap ikan menggunakan alat tangkap pukat ukuran 0,5 (nol koma lima) inci di wilayah Bubu; dan
b. mengambil Mara di wilayah Mali Ong sampai Tamal Wakal.

BAB VIII
SANKSI
Pasal 18
(1) Masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 dan Pasal 19 dikenakan sanksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis jika ada pengaduan dari masyarakat; dan
b. penyitaan alat tangkap dan denda sebesar Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah), bagi yang tertangkap tangan.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, jika tidak diindahkan maka Kepala Desa memanggil yang bersangkutan untuk diproses, dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 19
Masyarakat luar Desa diperkenankan melakukan aktivitas nelayan di perairan laut Desa dengan tetap mematuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Desa ini.

BAB X
PENUTUP
Pasal 20
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa.
Pasal 21
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Alor.

Ditetapkan di Molaha
pada tanggal, 15 Januari 2009

KEPALA DESA PURA BARAT,


MURSALIM JAHILAPE

Diundangkan di Kalabahi
pada tanggal, ….

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,

SEPRIANUS DATEMOLY

BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2009 NOMOR …
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DESA PURA BARAT
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN BIOTA LAUT
I. UMUM

Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memposisikan Desa sebagai Desa yang otonom, sekaligus memberi ruang kewenangan kepada Desa untuk menyusun Peraturan Desa.
Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara serentak yang dimulai dari Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor; maka semua biota laut perlu dilindungi.
Bahwa perlindungan biota laut menunjuk pada upaya sadar, terencana, sistematis dan terpadu serta berkelanjutan dengan tujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang ada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bahwa secara sosiologis, biota laut di Desa Pura Barat terancam punah sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang melakukan aktivitas nelayan yang mengabaikan kelestarian biota laut seperti penggunaan bom, potas dan sejenisnya; sehingga perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan, yang dilegitimasi dengan Peraturan Desa.
Bahwa dalam konteks yang demikian, maka perlu dibentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut.
Bahwa Peraturan Desa ini akan menjadi dasar hukum dalam melindungi biota laut di Desa Pura Barat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Asas tanggungjawab masyarakat maksudnya perlindungan biota laut merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat Desa.
Huruf b
Asas berkelanjutan maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut tidak untuk jangka waktu sesaat misalnya satu tahun, tetapi terus menerus dengan pola dan metode perlindungan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan atau ilmu pengetahuan dan teknologi.
Huruf c
Asas manfaat maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut diarahkan dalam rangka kelestarian biota laut yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat baik generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.

Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Pembayaran atas sanksi denda menjadi penerimaan desa yang wajib di catat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 19
Masyarakat luar Desa dalam ketentuan ini adalah masyarakat dari Desa tetangga dan atau masyarakat lainnya baik orang per orang atau badan hukum yang melakukan aktifitas nelayan di Desa Pura Barat.

Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.


TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR ........

PERATURAN DESA PURA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT



PEMERINTAH KABUPATEN ALOR
KECAMATAN PULAU PURA
DESA PURA TIMUR

PERATURAN DESA PURA TIMUR
NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG
PERLINDUNGAN BIOTA LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA PURA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa biota laut sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor, dilindungi maka perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Desa;
b. bahwa biota laut merupakan sumber penghidupan sehingga perlu diatur pengelolaan dan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya di laut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut;



Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4539);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut Di Kabupaten Alor ( Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 20, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 72); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabpaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 451);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 378);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2006 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 417);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 447);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 27,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 459);


Dengan Persetujuan Bersama
BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PURA TIMUR
dan
KEPALA DESA PURA TIMUR
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Desa yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah Desa Pura Timur.
2. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan BPD Pura Timur.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa Pura Timur.
4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pura Timur.
5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Pura Timur.
6. Masyarakat adalah masyarakat Desa Pura Timur.
7. Biota laut adalah segala jenis hewan dan tumbuhan yang hidup dan berkembang biak di laut.
8. Perlindungan biota laut adalah suatu upaya terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk melindungi biota laut.
9. Mara adalah jenis tumbuhan laut tempat berlindung dan bertelurnya ikan.
10. Tomung adalah jenis terumbuh karang tempat bertelurnya ikan.
11. Bakar adalah jenis terumbuh karang tempat berlindungnya ikan.
12. I’ming adalah jenis biota laut yang lasim disebut meting, jenisnya berfariasi dan dapat dikonsumsi.
13. Ahi wel adalah jenis alat yang terbuat dari bambu atau kayu yang digunakan untuk mengambil Mara.
14. Hu adalah sendok makan yang digunakan oleh masyarakat sebagai alat untuk mengambil Mara.

BAB II
ASAS, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
Perlindungan biota laut berdasarkan pada asas:
a. tanggungjawab masyarakat;
b. berkelanjutan; dan
c. manfaat.
Pasal 3

Perlindungan biota laut bertujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang berada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4
Sasaran perlindungan biota laut adalah:
a. terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan laut;
b. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan masa depan; dan
c. terkendalinya pemanfaatan biota laut.

BAB III
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban

Pasal 5

(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mencari nafkah di laut.
(2) Untuk melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masyarakat wajib:
a. memelihara kelestarian biota laut; dan
b. melaporkan ke Pemerintah Desa bila terjadi pengrusakan biota laut.


Bagian Kedua
Peran Masyarakat

Pasal 6

(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan biota laut.
(2) Pelaksanaan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. mengelola dan melestarikan biota laut;
b. melakukan pengawasan terhadap kegiatan/usaha masyarakat di laut; dan
c. memberikan masukan, saran, pendapat yang mendukung Pemerintah Desa dalam pengambilan keputusan.





BAB IV
JENIS BIOTA LAUT YANG DILINDUNGI

Pasal 7

Jenis biota laut yang dilindungi adalah:
a. ikan (a’b);
b. terumbuk karang (tomung, bakar);
c. mara (anemone);
d. i’ming;
e. teripang (bene); dan
f. udang (tubar teleng).

BAB V
JENIS ALAT TANGKAP
Bagian Kesatu
Jenis Alat Tangkap Yang dizinkan

Pasal 8

(1) Jenis alat tangkap yang diizinkan adalah:
a. bubu (ver);
b. pukat; ukura dua (2) inci;
c. senapan; dan
d. pancing.
(2) Khusus untuk pengambilan Mara, jenis alat yang digunakan adalah:
a. ahi wel; dan
b. hu.

Bagian Kedua
Jenis Alat Tangkap Yang Dilarang

Pasal 9

Jenis alat tangkap yang dilarang adalah:
a. bom ikan;
b. potas; dan/atau bius; dan
c. pukat ukuran 0,1 (nol koma satu) s/d 0,9 (nol koma sembilan) inci.



BAB VI
PEMANFAATAN WILAYAH LAUT

Pasal 10
(1) Dalam rangka melindungi biota laut diatur pemanfaatan wilayah laut.
(2) Pemanfaatan wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan alat yang digunakan.

Pasal 11

Pemanfaatan wilayah laut sesuai alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terdiri dari:
a. wilayah bubu;
b. wilayah pukat ukuran dua (2) inci;
c. wilayah senapan; dan
d. wilayah pancing.

Pasal 12
Wilayah Bubu, Pukat ukuran dua (2) inci, senapan dan wilayah Pancing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 meliputi seluruh wilayah perairan laut desa.

Pasal 13
Wilayah pengambilan Mara dengan alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) meliputi pesisir pantai wilayah perairan laut Desa.

BAB VII

LARANGAN

Pasal 14

Masyarakat dilarang:
a. menangkap ikan pada malam hari dengan menggunakan senter;
b. menangkap ikan pada malam hari dengan menggunakan alat tangkap pukat; dan
c. mengambil Mara di wilayah Kubur Ong.







BAB VII

SANKSI
Pasal 15

(1) Masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14 dan Pasal 16, dikenakan sanksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis jika ada pengaduan dari masyarakat; dan
b. penyitaan alat tangkap dan denda sebesar Rp. 500.000, (Lima Ratus Ribu Rupiah), bagi yang tertangkap tangan.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, jika tidak diindahkan maka Kepala Desa memanggil yang bersangkutan untuk diproses, dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.


BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 16

Masyarakat luar Desa diperkenankan melakukan aktivitas nelayan di perairan laut Desa dengan tetap mematuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Desa ini.

BAB IX
PENUTUP

Pasal 17
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa.








Pasal 18

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Alor.

Ditetapkan di Latang
pada tanggal, 15 Januari 2009

KEPALA DESA PURA TIMUR,




CORNELIS NAMANGBOLING

Diundangkan di Kalabahi
pada tanggal, ….

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,

SEPRIANUS DATEMOLY


BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2009 NOMOR …








PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DESA PURA TIMUR
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN BIOTA LAUT
I. UMUM
Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memposisikan Desa sebagai Desa yang otonom, sekaligus memberi ruang kewenangan kepada Desa untuk menyusun Peraturan Desa.
Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara serentak yang dimulai dari Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor; maka semua biota laut perlu dilindungi.
Bahwa perlindungan biota laut menunjuk pada upaya sadar, terencana, sistematis dan terpadu serta berkelanjutan dengan tujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang ada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Bahwa secara sosiologis, biota laut di Desa Pura Timur terancam punah sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang melakukan aktivitas nelayan yang mengabaikan kelestarian biota laut seperti penggunaan bom, potas dan sejenisnya; sehingga perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan, yang dilegitimasi dengan Peraturan Desa.
Bahwa dalam konteks yang demkian, maka perlu dibentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut.
Bahwa Peraturan Desa ini akan menjadi dasar hukum dalam melindungi biota laut di Desa Pura Timur.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Asas tanggungjawab masyarakat maksudnya perlindungan biota laut merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat Desa.
Huruf b
Asas berkelanjutan maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut tidak untuk jangka waktu sesaat misalnya satu tahun, tetapi terus menerus dengan pola dan metode perlindungan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan atau ilmu pengetahuan dan teknologi.
Huruf c
Asas manfaat maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut diarahkan dalam rangka kelestarian biota laut yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat baik generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.

Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Pembayaran atas sanksi denda menjadi penerimaan desa yang wajib dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 16
Masyarakat luar Desa dalam ketentuan ini adalah masyarakat dari Desa tetangga dan atau masyarakat lainnya baik orang per orang atau badan hukum yang melakukan aktifitas nelayan di Desa Pura Barat.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.

TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR ........

PERATURAN DESA MARU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT



PEMERINTAH KABUPATEN ALOR
KECAMATAN PULAU PURA
DESA MARU

PERATURAN DESA MARU
NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

PERLINDUNGAN BIOTA LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA MARU,

Menimbang : a. bahwa biota laut sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor, dilindungi maka perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Desa;
b. bahwa biota laut merupakan sumber penghidupan sehingga perlu diatur pengelolaan dan pemanfaatannya dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya di laut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125); sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4539);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan Hidup Kawasan Pesisir dan Laut Di Kabupaten Alor ( Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 20, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 72); sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabpaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 451);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 378);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2006 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 417);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436);
17. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 447);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 27,Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 459);


Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA MARU

dan

KEPALA DESA MARU

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PERLINDUNGAN BIOTA LAUT

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Desa yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah Desa Maru.
2. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan BPD Maru.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa Maru.
4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Maru.
5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Maru.
6. Masyarakat adalah masyarakat Desa Maru.
7. Biota laut adalah segala jenis hewan dan tumbuhan yang hidup dan berkembang biak di laut.
8. Bubu adalah jenis alat tangkap yang terbuat dari bambu.
9. Harapang adalah jenis alat tangkap terbuat dari besi yang dilengkapi dengan karet dan digunakan untuk menangkap ikan.
10. Baget adalah jenis alat terbuat dari bambu dan/atau kayu dan digunakan untuk mengambil Mara.
11. Lado adalah alat yang digunakan untuk mengusir ikan lebih cepat masuk kedalam pukat terbuat dari besi dan tali.
12. Perlindungan biota laut adalah suatu upaya terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk melindungi biota laut.
13. Mara adalah jenis tumbuhan laut tempat berlindung dan bertelurnya ikan


BAB II
ASAS, TUJUAN DAN SASARAN
Pasal 2
Perlindungan biota laut berdasarkan pada asas:
a. tanggung jawab masyarakat;
b. berkelanjutan; dan
c. manfaat.

Pasal 3
Perlindungan biota laut bertujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang berada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pasal 4
Sasaran perlindungan biota laut adalah:
a. terwujudnya kelestarian fungsi lingkungan laut;
b. terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan masa depan; dan
c. terkendalinya pemanfaatan biota laut.







BAB III

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Hak dan Kewajiban

Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk mencari nafkah di laut.
(2) Untuk melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masyarakat wajib:
a. memelihara kelestarian biota laut; dan
b. melaporkan ke Pemerintah Desa bila terjadi pengrusakan biota laut.

Bagian Kedua
Peran Masyarakat

Pasal 6
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan biota laut.
(2) Pelaksanaan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:
a. mengelola dan melestarikan biota laut;
b. melakukan pengawasan terhadap kegiatan/usaha masyarakat di laut; dan
c. memberikan masukan, saran, pendapat yang mendukung Pemerintah Desa dalam pengambilan keputusan.


BAB IV
JENIS BIOTA LAUT YANG DILINDUNGI

Pasal 7
Jenis biota laut yang dilindungi adalah:
a. ikan (ab);
b. terumbuk karang (tomu);
c. mara;
d. iming (Meting);
e. udang (tubar tele);
f. teripang (bene); dan
g. penyu (jarbo).





BAB V
JENIS ALAT TANGKAP

Bagian Kesatu
Jenis Alat Tangkap Yang dizinkan

Pasal 8
(1) Jenis alat tangkap yang dizinkan adalah:
a. bubu (wel);
b. pukat ukuran dua (2) inci;
c. senapan (sanapang); dan
d. pancing.
(2) Khusus untuk pengambilan Mara, jenis alat yang digunakan adalah:
a. baget; dan
b. sendok makan (hu).

Bagian Kedua
Jenis Alat Tangkap Yang Dilarang

Pasal 9
Jenis alat tangkap yang dilarang adalah:
a. bom ikan;
b. potas; dan/atau bius;
c. pukat ukuran 0,1 s/d 1,9 inci;
d. harapang; dan
e. lado dan/atau sejenisnya.

BAB VI
PEMANFAATAN WILAYAH LAUT

Pasal 10
(1) Dalam rangka melindungi biota laut diatur pemanfaatan wilayah laut.
(2) Pemanfaatan wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan alat yang digunakan.

Pasal 11
Pemanfaatan wilayah laut sesuai alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) terdiri dari:
a. wilayah bubu (wel).
b. wilayah pukat ukuran dua (2) inci;
c. wilayah sanapang; dan
d. wilayah pancing.


Pasal 12
(1) Wilayah Bubu, Pukat, Sanapang dan wilayah Pancing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, meliputi seluruh wilayah perairan laut Desa.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksaud pada ayat (1) yakni wilayah Pukat, tidak termasuk wilayah Pelang Olol.

Pasal 13
(1) Wilayah pengambilan Mara dengan alat tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) meliputi:
a. Iha Atang Aming seluas lebih kurang Dua Puluh Lima (± 25) M;
b. Jar Aha seluas lebih kurang Dua Puluh Lima (± 25) M;
c. Balolungela sampai dengan apilela terbentang seluas lebih kurang Lima Puluh (± 50) M; dan
d. Muang olol sampai dengan karimota terbentang seluas lebih kurang Dua Ratus (± 200) M.
(2) Pengambilan Mara pada wilayah-wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bergulir setiap tiga (3) bulan.
(3) Setiap Tahun Kepala Desa menetapkan kalender pengambilan Mara.


BAB VII
LARANGAN

Pasal 14
Masyarakat di larang:
a. menangkap ikan dengan menggunakan alat bantu senter pada malam hari; dan
b. mengkap ikan dengan menggunakan alat tangkap pukat pada malam hari.


BAB VIII
SANKSI

Pasal 15
(1) Masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 14, dan Pasal 16 sampai dengan Pasal 17, dikenakan sanksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. peringatan tertulis jika ada pengaduan dari masyarakat;
b. penyitaan alat tangkap dan denda sebesar Rp. 500.000, (Lima Ratus Ribu Rupiah), bagi yang tertangkap tangan.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, jika tidak diindahkan maka Kepala Desa memanggil yang bersangkutan untuk diproses, dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16
Setiap kapal atau perahu motor yang hendak berlabuh wajib menggunakan ”jangkar mati”.

Pasal 17
Masyarakat luar Desa diperkenankan melakukan aktivitas nelayan di perairan laut Desa dengan tetap mematuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Desa ini.

BAB X
PENUTUP

Pasal 18
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa.

Pasal 20
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Alor.


Ditetapkan di Biat Omi
pada tanggal, 15 Januari 2009

KEPALA DESA MARU,


DAUD SINGHINA

Diundangkan di Kalabahi
pada tanggal,

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,


SEPRIANUS DATEMOLY


BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2009 NOMOR …
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DESA MARU
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PERLINDUNGAN BIOTA LAUT

I. UMUM
Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memposisikan Desa sebagai Desa yang otonom, sekaligus memberi ruang kewenangan kepada Desa untuk menyusun Peraturan Desa.
Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara serentak yang dimulai dari Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 14 Tahun 2005 tentang Perlindungan Kawasan Pesisir dan Laut di Kabupaten Alor; maka semua biota laut perlu dilindungi.
Bahwa perlindungan biota laut menunjuk pada upaya sadar, terencana, sistematis dan terpadu serta berkelanjutan dengan tujuan mewujudkan kelestarian laut dan seluruh biota yang ada di dalamnya demi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bahwa secara sosiologis, biota laut di Desa Maru terancam punah sebagai akibat dari perilaku masyarakat yang melakukan aktivitas nelayan yang mengabaikan kelestarian biota laut seperti penggunaan bom, potas dan sejenisnya; sehingga perlu dilakukan upaya-upaya perlindungan, yang dilegitimasi dengan Peraturan Desa.
Bahwa dalam konteks yang demkian, maka perlu dibentuk Peraturan Desa tentang Perlindungan Biota Laut.
Bahwa Peraturan Desa ini akan menjadi dasar hukum dalam melindungi biota laut di Desa Maru.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Asas tanggungjawab masyarakat maksudnya perlindungan biota laut merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat Desa.
Huruf b
Asas berkelanjutan maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut tidak untuk jangka waktu sesaat misalnya satu tahun, tetapi terus menerus dengan pola dan metode perlindungan disesuaikan dengan perkembangan zaman dan atau ilmu pengetahuan dan teknologi.
Huruf c
Asas manfaat maksudnya pelaksanaan perlindungan biota laut diarahkan dalam rangka kelestarian biota laut yang pada gilirannya dapat memberikan manfaat baik generasi saat ini maupun generasi yang akan datang.

Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Pembayaran atas sanksi denda menjadi penerimaan desa yang wajib dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pasal 16
- Ketentuan Pasal ini melarang setiap Kapal dan atau Perahu motor pada saat berlabuh melepaskan jangkar di laut karena akan merusak terumbu karang dan jenis biota laut lainya.
- Yang dimaksud dengan ”jangkar mati” dalam ketentuan ini adalah tali pada buritan yang diikatkan di darat pada saat kapal atau perahu motor berlabuh.
Pasal 17
Masyarakat luar Desa dalam ketentuan ini adalah masyarakat dari Desa tetangga dan atau masyarakat lainnya baik orang per orang atau badan hukum yang melakukan aktifitas nelayan di Desa Maru.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup Jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.

TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR ........

PERATURAN DESA PURA SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN BANJIR







PEMERINTAH KABUPATEN ALOR KECAMATAN PULAU PURA
DESA PURA SELATAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA PURA SELATAN,

Menimbang : a. bahwa banjir adalah salah satu jenis bencana sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana maka perlu diatur penanggulangannya dengan Peraturan Desa;
b. bahwa secara sosiologis Desa Pura Selatan merupakan daerah rawan banjir sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan secara sistematis, terencana dan berkelanjutan dalam rangka penyelamatan masyarakat dan lingkungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Desa tentang Penanggulangan Banjir;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 ) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang–Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulanganan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pembentukan Kecamatan di Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2005 Nomor 21, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 378);
12. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 7 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2006 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor 417);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 4 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Yang menjadi Kewenangan Pemerintahan Kabupaten Alor (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2007 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 436);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 447);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Daerah Kabupaten Alor Tahun 2008 Nomor 27; Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Alor Nomor 459);


Dengan Persetujuan Bersama

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA PURA SELATAN
dan
KEPALA DESA PURA SELATAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG PENANGGULANGAN BANJIR.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Desa ini yang dimaksudkan dengan :
1. Desa adalah Desa Pura Selatan.
2. Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa dan BPD Pura Selatan.
3. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa Pura Selatan.
4. Kepala Desa adalah Kepala Desa Pura Selatan.
5. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan Desa Pura Selatan.
6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disebut APBDes adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Pura Selatan.
7. Masyarakat adalah masyarakat Desa Pura Selatan.
8. Banjir adalah salah satu jenis bencana yang terjadi akibat tingginya curah hujan, yang berpotensi memberi risiko terhadap keselamatan jiwa, harta benda dan kelestarian alam.
9. Penanggulangan Banjir adalah serangkaian tindakan yang dilakukan dalam rangka mencegah dan/atau memperkecil bahaya yang ditimbulkan oleh banjir.

BAB II
PRINSIP DAN TUJUAN

Pasal 2

Penanggulangan banjir dilaksanakan dengan prinsip:
a. sederhana;
b. serentak;
c. kelestarian alam; dan
d. keselamatan manusia.
Pasal 3

Penanggulangan banjir bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman dan bahaya banjir serta menjamin kelestarian alam dan ekosistemnya.


BAB III
BENTUK PENANGGULANGAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

Penangulangan banjir dilakukan dengan tahapan:
a. sebelum terjadinya banjir; dan
b. saat terjadinya banjir.


Bagian Kedua
Sebelum Terjadinya Banjir

Pasal 5

Penanggulangan banjir sebelum terjadinya banjir sebagaimana diaksud dalam Pasal 4 huruf a, dapat dilaksanakan dalam bentuk:
a. pembuatan tanggul penahan erosi;
b. pembuatan tanggul penahan banjir;
c. penanaman pohon; dan
d. pembersihan daerah aliran sungai.






Paragraf 1
Pembuatan Tanggul Penahan Erosi

Pasal 6

(1) Pembuatan tanggul penahan erosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, dilakukan dengan cara menyusun batu berbentuk teras diutamakan daerah terjal dan berpotensi terjadinya banjir.
(2) Pembuatan tanggul penahan erosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbanjar sepanjang daerah kritis.
(3) Di atas wadah tanggul penahan erosi dapat dilakukan penanaman pohon.

Pasal 7

Pemerintah Desa dapat meminta kepada Pemerintah Daerah petunjuk teknis pembuatan tanggul penahan erosi.


Paragraf 2
Pembuatan Tanggul Penahan Banjir

Pasal 8

Pembuatan tanggul penahan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, dilakukan dengan cara menyusun keranjang batu pada tepi sungai yang terancam longsor.

Pasal 9

Pemerintah Desa dapat meminta kepada Pemerintah Daerah petunjuk teknis pembuatan tanggul penahan banjir.

Paragraf 3
Penanaman Pohon

Pasal 10

(1) Penanaman pohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, diutamakan pada daerah yang terjal dan kritis.
(2) Penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbanjar sepanjang daerah terjal dan kritis.
(3) Jenis pohon yang ditanam disesuaikan dengan struktur tanah.



Pasal 11

(1) Pada lahan masyarakat yang kosong dapat dilakukan penanaman pohon.
(2) Penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan tanaman umur panjang sesuai struktur tanah.

Paragraf 4
Pembersihan Daerah Aliran Sungai

Pasal 12

(1) Daerah aliran sungai wajib dibersihkan.
(2) Kegiatan pembersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:
a. mengangkat sampah; dan
b. mengempang aliran air sungai.

Bagian Ketiga
Saat Terjadinya Banjir

Pasal 13

(1) Penanggulangan banjir pada saat terjadinya banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, Pemerintah Desa wajib melakukan pemantauan.
(2) Pelaksanaan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diutamakan pada arah, sasaran dan volume banjir.

Pasal 14

Pada saat terjadinya banjir dan berpotensi mengancam keselamatan masyarakat, Pemerintah Desa mengkoordinir masyarakat untuk :
a. melakukan upaya-upaya mengurangi volume banjir dan mengempang arah serta sasaran banjir; dan
b. melakukan penyelamatan manusia dan harta benda.

BAB IV
DANA

Pasal 15

Dana penanggulangan banjir dapat bersumber dari:
a. APBDes; dan
b. masyarakat.


Pasal 16

Dana yang bersumber dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, adalah dana dalam bentuk uang dan wajib dicatat dalam APBDes.

BAB V
PARTISIPASI MASYARAKAT

Pasal 17

(1) Masyarakat wajib berpartisipasi sesuai tahapan penanggulangan banjir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Wujud partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. gotong royong melaksanakan penangulangan banjir sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 dan Pasal 14; dan
b. mengumpulkan barang.
(3) Tata cara pengumpulan uang dan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa dengan berpedoman pada ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.


BAB VI
KERJA SAMA DESA

Pasal 18

(1) Pemerintah Desa dapat melakukan kerja sama penanggulangan banjir dengan Pemerintah Desa yang berdekatan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari BPD.
(3) Pengaturan lebih lanjut tentang kerja sama penanggulangan banjir diatur dengan Peraturan Bersama Kepala Desa.


BAB VII
LARANGAN

Pasal 19

Pada daerah yang kritis dan berpotensi terjadinya banjir, masyarakat dilarang:
a. menebang pohon;
b. membuka dan/atau mengerjakan kebun;
c. mengambil batu dan pasir; dan
d. memelihara ternak.
BAB VIII
SANKSI

Pasal 20

(1) Masyarakat yang tidak berpartisipasi dalam penanggulangan banjir sesuai tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikenakan sanksi berupa penundaan segala bentuk urusan administrasi di Desa.
(2) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, huruf b, dan huruf c dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp.500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah).
(3) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf d dikenakan sanksi denda sebesar Rp.250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah)

BAB IX
PENUTUP

Pasal 21

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Desa ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Desa.

Pasal 22

Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Alor


Ditetapkan di Retta
pada tanggal 15 Januari 2009

KEPALA DESA PURA SELATAN,



DOMINGGUS KAWA


Diundangkan di Kalabahi,
pada tanggal,


SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN ALOR,



SEPRIANUS DATEMOLY



BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR TAHUN 2009 NOMOR ….


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DESA PURA SELATAN
NOMOR 1 TAHUN 2009
TENTANG
PENANGGULANGAN BANJIR


A. UMUM

Bahwa pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa memposisikan Desa sebagai Desa yang otonom, sekaligus memberi ruang kewenangan kepeda Desa untuk menyusun Peraturan Desa.

Bahwa dengan berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 17 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan bencana dilaksanakan secara serentak yang dimulai dari Desa.

Bahwa bajir adalah salah satu jenis bencana yang berpotensi mengancam keselamatan jiwa, harta benda dan kelestarian alam.

Bahwa secara sosiologis, Desa Pura Selatan adalah daerah rawan banjir sehingga perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan, yang dilegitimasi dengan Peraturan Desa.

Bahwa dalam konteks yang demkian, maka perlu dibentuk Peraturan Desa tentang Penanggulangan Banjir. Ada 2 (dua) tahapan penanggulangan banjir yang diatur dalam Peraturan Desa ini yakni tahapan sebelum terjadinya banjir dan tahapan pada saat terjadinya banjir.

Bahwa Peraturan Desa ini akan menjadi dasar hukum dalam penanggulangan banjir di Desa Pura Selatan.

B. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Huruf a
Prinsip sederhana maksudnya pelaksanaan penanggulangan banjir dimulai dari apa yang ada dan dimiliki masyarakat.


Huruf b
Prinsip serentak maksudnya pelaksanaan penanggulangan banjir dilaksanakan secara serentak dalam wujud gotong royong yang melibatkan Pemerintah Desa, Masyarakat dan seluruh komponen yang berada di Desa baik pada tahapan sebelum terjadinya banjir maupun pada tahapan saat terjadinya banjir.

Huruf c
Prinsip pelestarian alam maksudnya pelaksanaan penanggulangan banjir semata-mata dalam rangka kelestarian alam yang akan diwariskan kepada anak cucu.

Huruf d
Prinsip keselamatan manusia maksudnya bahwa akibat banjir dapat mengancam kehidupan manusia sehingga perlu adanya kebijakan hukum penanggulangan banjir.

Pasal 3
Cukup jelas.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Alor.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Alor.

Pasal 10
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.



Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.


TAMBAHAN BERITA DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR ........