Rabu, 03 Agustus 2011

Mimpi Warga dan Pemerintah Desa Tamakh



Foto: Julius Ullu, Kades Tamakh


SETELAH mengikuti latihan Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) dan Pembuatan Kebijakan Publik Desa yang difasilitasi Yayasan Lendola-Alor atas kerja sama dengan Unied Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, warga Desa Tamakh mulai punya mimpi bersama untuk membangun desanya. Berikut petikan penuturan sejumlah warga dan pemerintah desa Tamakh;
Penuturan Kades Tamakh, Julius Ullu: Saya ingin masyarakat desa Tamakh terhindar dari bencana yang mengancam nyawa dan harta benda. Pelatihan PRBBK sangat bermanfaat sehingga kami akan terus memotivasi masyarakat untuk menerapkannya sehingga terhindar dari resiko bencana yang lebih besar.
Sedangkan kegiatan latihan Pembuatan Kebijakan Publik Desa, kegiatan yang sama pernah saya ikuti dengan pelatih dari Balai Besar BPMPD Malang satu minggu penuh di gedung SKB Wolatang, tetapi, ketika dalam pelaksanaannya saya masih meraba–raba terkait penyusunan Perdes. Dengan pelatihan ini saya rasa betul dan bagi saya ini adalah yang terbaik. Karena itu, atas nama warga desa Tamakh saya memberikan penghormatan khusus kepada Yayasan Lendola, UNDP dan pak Vinsent (Direktur Eksekutif Bengkel APPek NTT). Setelah kami kembali, saya yakin peserta tetap terus melayani, tingkatkan kerja sama dengan Yayasan Lendola. (**)

Kearifan Lokal; Siaga Kalau Awal Tebal Kemerahan Berarak


Foto: Serius pelajari materi latihan PRBBK


BENCANA alam tentu sudah sering terjadi sejak jaman dulu kala. Sudah tentu pula, ketika itu belum ada ilmu pengetahuan yang diperoleh masyarakat kita tentang tanda-tanda akan terjadinya bencana. Belum ada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika yang meramal akan terjadi gempa bumi, letusan gunung api, ramalan cuaca akan ada hujan lebat yang mengakibatkan banjir, tinggi gelombang laut dan sejenisnya. Masyarakat kita hanya mengandalkan tanda-tanda alam di sekitarnya yang diyakini sebagai pertanda akan ada bencana. Namun itu dijadikan sebagai kearifan lokal yang dapat digunakan masyarakat untuk bersiap siaga. Warga Desa Tamakh, Kecamatan Pantar Tengah, Kabupaten Alor juga punya kearifan local melihat tanda alam.
Kepala Desa Tamakh, Julius Ullu mengatakan sejak jaman nenek moyang, sudah diyakini bahwa jika pada siang hari yang panas, tiba-tiba ada awan tebal kemerahan berarak, merupakan pertanda bencana. Wargapun mulai mewaspadai apapun jenis bencana dengan caranya masing-masing. Warga memukul periuk, gong atau moko untuk saling mengingatkan menghadapi bencana. (**)


Jika Ayam Berkokok Hanya Sekali


KEARIFAN lokal lainnya untuk siaga bencana yang dituturkan warga Desa Tamakh jika pada malam hari tiba-tiba ada satu ayam jantan berkokok nyaring satu kali. Jika ayam jantan berkokok sekali saja di malam hari, akan ada bencana, apapun jenis bencananya sehingga warga setempat akan selalu siaga, terutama ancaman bencana banjir.
Selain ayam berkokok, tanda alam lainnya yakni munculnya ulat serta hujan lebat yang turun lebih dari tiga hari. Tanda–tanda alam ini sangat membantu warga untuk selalu berwaspada.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Masyarakat Penanganan Bencana (PMPB) NTT, Yulius Nakmofa sebagai fasilitator latihan PRBBK berpendapat bahwa masyarakat harus tahu tanda–tanda peringatan dini di wilayahnya, termasuk kearifan lokal itu.
"Kumpulkan kembali informasi–informasi serta membangun sistem peringatan dini seperti informasi dari pemerintah atau BMKG dan rencana kontijensi, kita harus jaga–jaga,”Nakmofa saat memberikan materi PRBBK di gereja Ebenheiser Hombul,"Maret 2011 lalu.
Dari berbagai jenis bencana yang pernah melanda wilayah desa Tamakh, bencana banjir, rawan pangan, dan angin adalah bencana utama yang sering melanda wilayah itu. Selain itu ada bencana diare, penyakit ternak, kebakaran, kekeringan dan gelombang laut.
Menurut warga desa Tamakh, bencana banjir sering melanda wilayah mereka yakni pada bulan Februari dan Maret. Bencana banjir ini diakibatkan karena sebagian hutan sudah gundul akibat sistim ladang berpindah dengan cara pengolahan tebas bakar. Sedangkan angin topan sering terjadi pada bulan Januari-Maret. Sementara bencana diare yakni pada bulan Juni-Agustus. Ini diakibatkan karena air minum yang tidak bersih dan tidak dimasak terlebih dahulu. Secara umum, Nakmofa menilai warga desa Tamakh belum begitu siap untuk menghadapi bencana. Karena itu, harus budayakan penanggulangan bencana mulai dari sekarang.
"Memang sudah siap, tapi masih setengah hati. Artinya kita belum siapsiaga dalam menghadapi bencana ke depan. Budayakan penanggulangan bencana dari sekarang,"katanya. (**)

Milka Jalla,Tak Kenal Lelah Bersama Warga Desa





Foto: Milka Jalla


PERAN perempuan yang satu ini tergolong vital di Yayasan Lendola-Kabupaten Alor. Tanpa dia, Yayasan Lendola bisa berjalan pincang. Maklum, Milka Jalla,S.Pi, demikian identitas lengkapnya, memegang kendali urusan administrasi dan keuangan lembaga ini. Sistim administrasi keuangan di dunia LSM seperti Yayasan Lendola yang punya jejaring luas hingga manca negara sangat menekankan profesionalisme demi menjaga citra.
Maka Ketua Yayasan Lendola, Drs.John L.Maro beruntung memiliki staf seperti Milka. Pasalnya lajang kelahiran Kalabahi, 9 Januari 1977 ini gesit, teliti, tegas, cepat menyesuaikan diri dengan medan tugas karena gemar membaca dan terus belajar mengembangkan kemampuannya.
Tetapi jangan dikira Milka hanya duduk di belakang meja membereskan administrasi dan keuangan. Bungsu dari lima bersaudara inipun terjun ke lapangan bersama staf lainnya untuk mengumpulkan data-data dari masyarakat sehingga benar-benar valid sesuai fakta. Humoris dan suka meledek teman-temannya membuat kepenatan kerja sirna oleh gelak tawa.
Jebolan Universitan Kristen Artha Wacana Kupang ini menjadi staf Yayasan Lendola sejak Tahun 2006. Sejauh itu, Milka sudah banyak terlibat dalam berbagai kegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di desa-desa. Bukit dan lembah tak jadi halangan karena Milka mengaku sangat menikmati pekerjaannya dan bangga bisa membantu orang-orang desa.
Sejumlah desa di Kecamatan Teluk Mutiara, Alor Barat Laut, Alor Timur Laut dan Kecamatan Pulau Pura telah ikut ditelusuri Milka dalam memberikan penyadaran dan penguatan kapasitas masyarakat, baik di bidang penanganan masalah kesehatan pasca bencana alam maupun pengurangan resiko bencana. Milka ikut terjun ke Desa Tamakh Kecamatan Pantar Tengah dalam mengumpulkan data-data dan peta risiko bencana dalam rangka program pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) atas kerja sama Lendola dengan UNDP. Dia berkomitmen selalu siap bekerja secara total dalam melayani masyarakat desa. Ia menikmati pekerjaannya sehingga (**)

Karel Dolpaly,Selalu Siaga di Lapangan




Foto: Karel Dolpaly


BERGABUNG dengan Yayasan Lendola sejak tahun 2007 membuat Karel Dolpaly sudah punya cukup pengalaman di tengah masyarakat desa. Karena itu ia merupakan salah satu staf andalan di lapangan. Tahun 2009 ketika Yayasan Lendola sebagai pendamping kerja sama Bappeda Kabupaten Alor dengan UNICEF untuk program Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat, Karel sudah terlibat sebagai fasilitator persiapan awal dan aktif di lapangan. Kegiatan seperti gladi lapangan, rencana kontijensi, rencana aksi desa penganggulangan bencana, penyusunan Perdes, pembentukan tim penanggulangan bencana tingkat desa, sudah ditapaki Karel. Hal itu karena Karel sudah punya ilmu setelah mengikuti sejumlah pelatihan antara lain Pelatihan Gender, Pelatihan CBDRM, Rencana Kontijensi dan Pelatihan Penyusunan Kebijakan Publik Desa.
Tahun 2008, Karel juga terlibat dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Desa dalam mendorong pembangunan desa yang berwawasan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Kabupaten Alor, kerja sama Yayasan Lendola dengan PIKUL Kupang. Tahun 2007 aktif dalam proyek Penguatan Kapasitas Lembaga Yayasan Lendola dan Jejaring kerjanya dalam pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat di Kabupaten Alor, atas kerja sama dengan OXFAM GB. (**)

Johanis M.Sailana, Aktif di Organisasi Kemanusiaan




Foto: Johanis M.Sailana


SEBAGAI aktivis pemuda di Kabupaten Alor, Johanis M.Sailana punya kepedulian tinggi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, termasuk dampak dari bencana alam. Karena itu, selain aktif di organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Kalabahi, pemuda kelahiran Langkuru tahun 1976 ini aktif di organisasi kemanusiaan seperti Palang Merah Indonesia (PMI), Satuan Penanggulangan Bencana (Satgana) Kabupaten Alor dan selalu terlibat dalam kegiatan pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat atas kerja sama Yayasan Lendola dengan jejaringnya.
Anang, demikian panggilan akrabnya, kini sebagai Ketua GMKI Cabang Kalabahi, Sekretaris Korps Sukarela PMI Kabupaten Alor, Anggota Satgana Kabupaten Alor dan Staf Lapangan Yayasan Lendola. Di PMI, ia sudah mengikuti pelatihan spsialis ICBRR-CC atas kerja sama PMI dan Palang Merah Belanda (NLRC). Pelatihan Satgana Kabupaten Alor, Pelatihan Satgana Propinsi Nusa Tenggara Timur. Maka sejauh ini ia juga sebagai Fasilitator Pelatihan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (Sibat). Pernah memfasilitasi Simulasi Kesiap siagaan Bencana Berbasis Masyarakat dan memfasilitasi pembentukan Palang Merah Remaja (PMR) di sekolah-sekolah.
Berbekal segudang pengalaman itu, Anang berkomitmen untuk ikut memberdayaan masyarakat dalam mengatasi masalah di desanya, termasuk untuk pengurangan risiko bencana. Ia mengaku aktif di Yayasan Lendola karena kepedulian lembaga ini kepada masyarakat desa. (**)

Perlu Anda Tahu


Foto: Warga Desa Tamakh, peserta latihan PRBBK




=> Indonesia adalah Negeri Rawan Bencana karena berada di jalur persimpangan empat lempeng dunia: Benua Asia- India -Benua Australia-Lautan Pacific; Pertemuan tiga gugusan pegunungan: Alpine-Circum Pacific-Circum Australia; Ada 500 gunung berapi, 128 di antaranya masih aktif; 2/3 wilayah adalah perairan; kl terdapat 500 sungai, 1/3 di antaranya melintasi kawasan berpenduduk padat dan berpendapatan rendah. Indonesia peringkat ke-7 negara paling banyak dilanda bencana alam.

=> Pengurangan risiko bencana menjadi bagian dalam proses pembangunan. Perlindungan masyarakat dari ancaman bencana adalah hak asasi rakyat dan kewajiban pemerintah. Hal itu diatur dalam Pemetaan Kebijakan Nasional Penanggulangan Bencana sesuai amanat Undang-undang Penanggulangan Bencana No.24 Tahun 2007; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Penanggulangan Bencana. PP Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana. PP 21 Tahun 2008 tentang Bantuan Asing dan Rencana Aksis Nasional Pengurangan Resiko Bencana Tahun 2010-2012.


=> Program Penanggulangan Bencana dan Pengurangan Resiko Bencana dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dan tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah serta keterlibatan multi stakeholder – aktifitas stakeholder dalam Pengurangan Resiko Bencana.


=> Paradigma Baru Penanggulangan Bencana yakni Reaktif-Proaktif, Tanggap Darurat-Pengurangan Risiko, Terpusat-Otonomi Daerah, Pemerintah-Partisipatif


=> Penanggulangan bencana bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama, termasuk Komunitas


=> Komitmen Global Pengurangan Resiko Bencana yakni Kerangka Aksi Hyogo (HFA) 2005 – 2015; Membangun Ketahanan Bangsa dan Masyarakat terhadap Bencana, agar mengurangi secara substansial kerugian akibat bencana baik kehidupan, dan asset-asset sosial, ekonomik dan lingkungan.


=> Tanggungjawab Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana yakni menjaminan pemulihan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimun; Perlindungan masyarakat dari dampak bencana, Pengurangan resiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana dengan program pembangunan; Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam APBD yang memadai;

=> Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Undang-Undang No.24 Tahun 2007, Pasal 1 point 9) Mitigasi juga didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat (Permendagri No.33 Tahun 2006) (**)

Yulius Nakmofa: Warga Desa Tamakh Sangat Proaktif





Foto: Yulius Nakmofa,Direktur Eksekutif PMPB NTT



KESAN saya selama memberikan materi latihan terkait Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) warga Desa Tamakh sangat proaktif dengan apa yang disampaikan. Memang masih ada kekeliruan saat mereka bahas dalam kelompok, tetapi setelah dikoreksi mereka tahu. Tingkat penerimaan materi juga di atas rata–rata. Artinya tidak seratus persen, tetapi sudah ada langkah awal yang bagus., tinggal ditingkatkan lebih lanjut.
Harapan saya mereka yang datang ini adalah pejabat dari desa seperti kepala desa, sekretaris desa dan ketua Badan Permusyawaratan Desa maka nantinya bisa dibicarakan dalam Musrembangdes sehingga pembiayaan bisa dari Alokasi Dana Desa. Kalau ada Musrembangdes tak boleh pisah dengan proses ini, karena perencanaan pembangunan di desa setiap tahunnya proses mitigasi (kesiapsiagaan) yang harus baik dari awal. Pola pikir mereka bencana hanya pada saat emergensi sehingga perlu diberi pemahaman terus menerus.
Pesan saya apa yang mereka dapat ini bisa mereka kembangkan di desa. Topografi pulau Pantar itu jauh dari ibu kota dan itu teman–teman di Pemerintah daerah (Pemda) harus perhatikan itu, sehingga bencana yang ada di masyarakat dapat diperkecil. Harapan saya juga kepada teman–teman di Yayasan Lendola untuk dapat memanfaatkan waktu yang singkat untuk melanjutkan proses pendampingan ini ke depan. (**)

Vinsensius Bureni : Pemuda Harus Diberi Peran dalam PRBBK




Foto: Vinsensius Bureni
, Direktur Eksekutif Bengkel APPeK NTT



KETIKA menyampaikan materi dalam pelatihan Pembuatan Kebijakan Publik Desa, saya melihat mereka (peserta dari Desa Tamakh, Kecamatan Pantar Tengah) sangat–sangat untuk mau belajar. Harapan saya, semangat itu harus ditumbuhkan terus dan perbandingkan proses pembelajaran dengan pihak lain. Ada hal yang biasa didapat, tadinya raba–raba, tetapi dengan proses ini terbantu. Dengan pelatihan ini mereka cukup paham makna dari struktur Perdes termasuk juga RPJMDes serta visi dan misi desa. Mereka juga sudah cukup paham apa makna dari Musrembangdes, tujuan dan manfaat arah kebijakan desa. Terkait Perdes, regulasi mana, kewenangan desa untuk mengatur sesuai UU Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan PP Nomor 22 Tahun 2005 tentang desa, terkait juga dengan ADD yang dianggarkan dari pusat sampai ke desa. Dengan pelatihan ini, masyarakat juga didorong untuk menanggulangi bencana banjir dan kekeringan serta mampu melakukan dengan apa yang bisa dilakukan. Saya melihat para pemudanya juga punya kemampuan, sehingga anak–anak muda juga dimanfaatkan dan didistribusikan untuk bergerak di lapangan. Mereka punya kekuatan yang luar biasa, tinggal diberikan peran untuk mengembangkan diri. (**)