Kamis, 14 Juli 2011

Pecahkan Masalah Desa dengan ROCCIPI



Foto: Vinsen Bureni


SEBAGAI aktivis Bengkel Advokasi Pemberdayaan dan Pengembangan Kampung (Bengkel APPeK) Propinsi Nusa Tenggara Timur, maka Vinsensius Bureni akan menggebu-gebu ketika diajak berdiskusi tentang kampung/desa dengan segala problematikanya.
Kepada tim redaksi LenTeRa usai memberikan latihan pembuatan kebijakan public desa untuk warga Desa Tamakh, Kecamatan Pantar Tengah yang difasilitasi Yayasan Lendola-Alor pimpinan John L.Maro atas kerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, Bureni bicara banyak hal tentang bagaimana memberdayakan masyarakat desa. Salah satu konsep yang dilontarkan Vinsen Bureni yakni ROCCIPI untuk mengatasi permasalahan di desa. Berikut penjelesannya tentang ROCCIPI;
Kalau bicara soal penanganan bencana, maka yang perlu dilakukan harus memenuhi regulasi dan perilaku. Katakan saja ada persoalan banjir dan kekeringan, ada persoalan penebangan hutan liar. Sumbernya adalah petani atau nelayan. Kita melihat dari aspek – aspek itu. Kalau orang – orang desa kita pakai ROCCIPI, tapi kita mencari penyebab sederhana. Nah, dalam hal membuat peraturan perundang – undangan, Roccipi sangat membantu untuk menemukan penyebab secara komprehensif.
Rule(R) dilihat dari aturannya, kenapa seseorang melakukan perilaku bermasalah. Operation (O) bisa saja sudah ada aturan tetapi, operasional informasi yang disampaikan kepada sasaran atau pihak yang harus mengetahui aturan itu tidak sampai. Aturan setelah dibuat simpan saja. Hal ini bukan saja terjadi di desa tetapi di kabupaten, propinsi dan negera ini juga seperti itu. Capacity (C) kemampuan secara ekonomis untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masih kurang. Comunication (C) atau komunikasi belum berjalan maksimal. Nah, perlu dibangun kominikasi yang terus menerus antara negara, pemerintah dan warganya.
Interest (I) kepentingan, kalau di desa bisa saja terjadi kepala desa membiarkan orang menebang pohon karena kepala desa ini berpikir untuk mau naik dua periode, sehingga dia mencari dukungan. Di negara kita, aspek kepentingan itu justru lebih menonjol. Selain kepentingan politik, tetapi juga kepentingan ekonomi. Proses (P), bisa saja orang melakukan perilaku bermasalah secara terus menerus karena pada saat proses sebuah kebijakan dia tidak dilibatkan. Jadi dia berpikir itu tidak penting. Saya tidak mau dilibatkan berbicara bagaimana. Buat apa saya ikut itu, pada saat dibahas saja saya tidak ikut. Tidak minta saya punya pendapat. Ya dia membangkang dan dia tidak bertanggung jawab terhadap kebijakan itu. Kalau semua kelompok, semua unsur dilibatkan, maka dia akan bertanggung jawab.
Lalu yang terakhir adalah ideologi (I), itu bicara soal kepercayaan dimana dia berpikir bahwa ketika saya membiarkan orang untuk menebang pohon saya merasa dihargai, dihormati dan orang akan mengagung- agungkan saya. Itu bicara soal cara pandang. Atau saya pukul saya punya istri karena saya sudah belis. Kau istri harus ikut saya. Dalam hal urusan bencana alam misalnya, bisa saja yang akan mengurus soal bencana atau mengetahui unsur bencana itu hanya laki–laki. Perempuan tidak penting. Ini cara pandang yang keliru .
Nah, kalau kita menemukan penyebab dari sebuah perilaku bermasalah itu, solusinya akan cukup komprehensif. Kalau yang belum ada peraturan kita bisa buat peraturannya. Kalau yang sudah tetapi dia tidak tahu karena belum disosialisasikan, maka solusinya sosialisasi. Atau bisa saja, banyak orang yang menolak itu, karena kepentingannya tidak terpenuhi, maka kita harus merevisi peraturan itu.
Tetapi di aspek lain di tingkat kabupaten didorong agar ada desentralisasi fiskal dan kebijakan. Jadi fiskal maksudnya begini semua sumber daya alam yang menjadi kekuatan ekonomi yang selama ini dikelolah oleh kabupaten bisa dikelolah sendiri oleh desa. Kemudian diikuti dengan desentralisasi kewenangan. Kalau tidak bagaimana rakyat sendiri berpikir tentang kondisinya jika kita membiasakan atau sering mengambil alih proses–proses pengembangan di wilayahnya. Akhirnya dia (orang desa) berpikir bahwa tanpa orang lain dia tak akan maju. Tanpa pemerintah kabupaten dia tak akan bergerak, itu soalnya. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar