Jumat, 04 Juni 2010

Gelombang Tsunami Dapat Diprediksi

BERBEDA dengan gempa tektonik yang hingga kini belum dapat diprediksi waktu kejadiannya, tsunami dapat diprediksi kedatangannya beberapa saat sebelumnya dengan melihat gejala alam di daerah pantai. Prediksi tsunami dapat dilakukan dengan menerapkan sistem tsunami risk wvalution through seismik moment from realtime systems alias Tremors, dan pengukuran pasang surut air laut lewat analis gempa dan tsunami.
“Bila terpasang lima sistem Tremors yang terintegrasi dengan sistem pemantauan lainnya itu, maka dalam waktu 15 menit prediksi akan datangnya tsunami dapat dikeluarkan, “kata Kepala Pusat Sistem Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dr. Prih Haryadi, kepada wartawan di sela-sela acara panel diskusi ‘bencana nasional gempa—tsunami Aceh’ yang diselenggarakan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAG) di Jakarta, Rabu (29/12).
Saat ini BMG hanya memiliki 1 sistem Tremors yang terpasang di Tretes, Jawa Timur. Selain itu, dari segi jumlah dan kemampuan station pengamat gempa yang dimiliki BMG, diakui oleh Prih, memang masih jauh dari ideal. Jumlah sistem pengamat gempa-baik yang manual maupun yang telemetri-di seluruh Indonesia hanya 57 unit. Padahal, seharusnya 2 kali lipar dari jumlah itu.

Beberapa tanda
Hamzah Latief dari Tsunami Research Group Departemen Geofisika dan Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB) menambahkan, dengan sistem pemantauan yang canggih, prediksi terjadinya tsunami di Jepang dapat dikeluarkan dalam waktu 3 menit. Selain dengan teknologi modern, gejala alam yang muncul sebelum terjangan tsunami dapat pula menjadi petunjuk bagi penduduk di pantai untuk menyelamatkan diri dari bencana itu.
Ketika terjadi gempa tektonik yang terasa getarannya di kawasan itu, penduduk hendaknya bergegas menjauhi pantai. Demikian pula bila air laut di pantai tiba-tiba surut.
Bila di dasar laut topografi berupa lereng, maka sebelum tsunami sampai ke pantai akan terdengar bunyi ledakan seperti bom. Dan, bila strukturnya landai, suara gelombang yang muncul seperti genderang. Bau garam yang terbawa angin dan udara yang ingin juga menjadi pratanda datangnya tsunami. Gelombang tsunami biasanya akan datang 2 hingga 3 kali. Gelombang pertama masih relatif kecil. Namun, 10 hingga 15 menit kemudian akan datang gelombang yang lebih besar. Untuk meredam tsunami serangan tsunami, sepanjang pantai hendaknya ditanam dengan pohon bakau. Daerah banjir, yang tata ruangnya dikembangkan ITB, merupakan daerah yang dapat dijadikan model meredam terjangan tsunami. Daratan yang lebih tinggi dari pantai merupakan tempat yang aman untuk menghindari terjangan gelombang tsunami yang biasa menyertai gempa bumi.
Bangunan yang terbuat dari kayu dan material bangunan yang ringan lainnya akan lebih aman daripada yang terbuat dari bahan yang berat seperti beton bila sampai roboh atau roboh dan runtuh diterjang gempa yang dahsyat. Analis tsunami Aceh yang dihubungi secara terpisah, pakar tsunami dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan-Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP), Dr. Soebandono Diposaptono, M.Eng, menjelaskan, gempa tektonik yang terjadi pada kedalaman 60 Km dari dasar laut sudah berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa yang terjadi di Aceh, pusat gempanya berada di kedalaman 10 Km.
Geomorfologi laut dan Batimetri atau kedalaman laut dapat mempengaruhi kuat dan tingginya gelombang tsunami yang menerjang pantai. Bentuk geologi pantai di Aceh tergolong rumit. Di daerah itu, teluk yang berasosiasi dengan tanjung telah menyebabkan konsentrasi enegeri gelombang di sekitar tanjung.
Tsunami tergolong jenis far field yang memiliki perambatan hingga 1.000 Km lebih. Tsunami yang muncul akibat gempa pertama di Aceh, penjalarannya ke Utara dan Barat Laut hingga ke Sri Langka dan Maladewa, masing-masing sekitar 2 dan 3 jam setelah gempa Aceh.
Sementara kea arah Selatan, tsunami menerjang Pulau Simeulue, setengah jam kemudian. Adapun gelombang pasang pun sampai di Pulau Nias 1 jam, lalu ke Kepulauan Mentawai 1,5 jam sesudah gempa.
Berdasarkan laporan penduduk yang selamat, sebelum gelombang pasang menyerbu pantai, didahului surutnya air laut, kemudian diikuti oleh gelombang yang sangat besar. Dibandingkan tsunami yang terjadi di Biak tahun 1996, yang dinyatakan kedua terbesar setelah kejadian di Chile tahun 1960, tsunami di Aceh lebih dahsyat.
Tsunami yang pernah melanda Pulau Biak dan sekitarnya pada tahun 1996 itu tergolong tsunami jenis far field, yang tertinggi setelah tsunami di Chile tahun 1960.
Menurut laporan tim survey tsunami internasional (ITST) yang dipimpin Dr. Fumihiko Imamura dari Universitas Tohoku, Jepang-yang mengadakan survey sebulan kemudian-gempa tektonik di Biak selain menimbulkan tsunami dengan ketinggian mencapai 7 meter di Irian Jaya, ternyata juga merambat hingga Jepang dalam waktu 6 jam, dengan menempuh jarak sekitar 2.000 Km dari Biak. “Ketinggian tsunami akibat gempa di Biak itu di Jepang mencapai rata-rata 1 meter, “ungkap Soebandono.
Dalam laporannya, Imamura, menguraikan lokasi yang dilanda di Irian Jaya meliputi Manokwari (4 meter), Sarmi (7 meter), Korim (6-7 meter), Biak (3-5 meter), dan Pulau Yapen (7 meter).
Akibat gempa berkekuatan 7 Schala Richter di Biak itu, merambat ke Pantai Kyusyu, Shikoku, Tokai, Tohoku, dan Hokaido di Jepang.
“Tsunami setinggi 1,3 meter yang tercatat di Pulau Chichijima merupakan yang tertinggi diantara tsunami far field yang sampai ke Jepang setelah tsunami Chile yang terjadi tahun 1960, “kata Imamura.
Adapun gempa di Aceh terjadi pada kedalaman 10 Km. Dalam perhitungan matematis, hal itu akan mengakibatkan munculnya gelombang pasang di pantai mencapai 100 meter per detik atau 360 Km per jam. Adanya batimetri yang mencapai kedalaman sekitar 4.000 meter telah memperbesar gelombang hingga 2 kali lipat, sehingga kecepatan gelombang 750 Km per jam.
“Kecepatan ini sama dengan laju pesawat terbang di udara, ‘ujar Bandono. Pulau-pulau yang tersebar di Aceh seperti Kepulauan Weh, menimbulkan jebakan gelombang antara pulau-pulau itu dan daratan Aceh sehingga mengakibatkan genangan yang relatif lama.

Mitigasi bencana
Dalam forum diskusi, Ketua Umum IAGI, Adang Bachtiar, mengingatkan, kejadian serupa dengan gempa Aceh sangat mungkin terjadi di Selatan dari Pusat Gempa tersebut dalam hitungan waktu seminggu hingga 10 tahun ke depan. Ini mengingat rangkaian zona penujaman pada pertemuan 2 lempeng tersebut tergolong aktif.
“Untuk itu kita tidak boleh hanya menunggu. Kita harus pro aktif melakukan mitigasi, pemantauan, pembangunanh sistem peringatan dini dan sosialisasi sekarang juga, “ujarnya.
Bangsa Indonesia harus pandai menyiasati cara hidup berdampingan dengan kondisi alam yang rawan tersebut. Penduduk Jepang dan California, misalnya, mereka telah dapat menyiasati bencana tersebut sehingga meminimalkan jumlah korban dan kerugian tiap kali bencana datang. (Sumber: Gempa dan Tsunami di NAD dan Sumatera Utara, Penerbit Buku KOMPAS, Maret 2005).

Tips Mengahadapi Tsunami di Daratan
• Tetap tenang dan tidak panik.
• Ikuti instruksi/petunjuk dari petugas yang berwenang (polisi, hansip atau petugas lain)
• Jauhi tempat-tempat rendah dan segera pergi menuju tempat yang lebih tinggi.
• Bila Anda berada di rumah, pastikan seluruh keluarga Anda mengetahui adanya ancaman bahaya ini dan segera pergi menuju tempat yang aman.
• Bila Anda berada di pantai atau di dekat lautan dan merasakan adanya gempa bumi, segera pergi ke lokasi yang lebih tinggi. JANGAN menunggu sampai peringatan tsunami di umumkan.
• Bila Anda berada di hotel atau gedung tinggi yang terletak di tempat yang rendah, segera berlari ke bagian atas hotel/gedung.

Tips Menghadapi Tsunami di Lautan
• Informasikan pada penumpang kapal untuk tetap tenang dan tidak panik.
• Bila Anda berada di kapal yang besar di lautan dan mendengar adanya peringatan akan terjadinya tsunami, segera informasikan kepada nakhoda kapal untuk gerakkan kapal Anda menuju air yang lebih dalam. Jangan kembali ke pelabuhan karena Tsunami dapat menyebabkan perubahan yang cepat pada ketinggian air dan bahaya yang tak terduga di pelabuhan.
• Mengingatkan pada nakhoda kapal untuk selalu melakukan kontak dengan pihak otoritas pelabuhan untuk mendapatkan arahan mengenai pergerakan kapal. Dapat kembali ke pelabuhan bila kondisi pelabuhan cukup aman untuk navigasi dan berlabuh
• Namun bila Anda berada di dalam kapal yang kecil, segera menuju dermaga dan berlari menuju tempat yang tinggi merupakan satu-satunya pilihan, karena gelombang tsunami akan dengan mudah menghancurkan kapal-kapal kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar