Jumat, 04 Juni 2010

Kerja Sama Dengan PIKUL; Gagas penyusunan Kebijakan publik berwawasan bencana




foto: John L. Maro



Dalam konteks pembangunan yang mandiri, desa mestinya diletakan dalam posisi yang strategis sebagai basis utama pembangunan. Pembangunan yang mengabaikan desa, akan berdampak pada tidak terdistribusinya hasil pembangunan secara merata karena tidak tepat sasaran.

DESA sebagai lokus dari pembangunan harus diberikan ruang yang cukup untuk pembangunan dan pengembangan desa berdasarkan kearifan yang ada di desa. Karena itu, pemberian otonomi desa sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2004, harus diimplementasikan dengan pelibatan masyarakat secara aktif dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa. Namun, dalam konteks perencanaan dan pembangunan desa, setiap desa harus mempertimbangkan pentingnya perencanaa yang berwawasan penanggulangan bencana alam berbasis masyarakat. Dengan demikian, sejak dini, masyarakat dan pemerintah desa setempat bisa mengantisipasi terjadinya bencana alam. Tetapi, jika bencana terjadi, maka masyarakat setempat pun bisa melakukan penanggulangan. Untuk dapat melakukannya, maka setiap desa harus bisa menyusun kebijakan publik seperti peraturan desa (Perdes), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Jika ini bisa dilakukan dan dilaksanakan maka sesungguhnya otonomi desa sudah terwujud sebagaiana harapan semua orang. Namun, jika belum maka sesungguhnya otonomi desa masih setengah hati. Hal inilah yang kemudian mendorong Yayasan Lendola, suatu lembaga swadaya masyarakat di Kabupaten Alor dan PIKUL (Penguatan Institusi Kapasitas Untuk Lokal) Kupang menyelenggarakan pelatihan penyusunan kebijakan publik. Penyusunan kebijakan publik yang dimaksudkan adalah penyusunan peraturan desa (Perdes), Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Dalam pelatihan ini, pihak Lendola dan Pikul melibatkan 50 orang peserta yang berasal dari Desa Pura Utara, Desa Pura Barat, Desa Pura Selatan, Desa Maru dan Desa Pura Timur. Para peserta yang hadir ini terdiri dari 31 orang dari unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD), 5 orang kepala desa. 5 orang sekretaris desa, staf Kecamatan Pulau Pura, Bagian Hukum Setda Alor, Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD).
Pelatihan yang berlangsung selama empat hari di Gereja Ebenhaeser Hombul sejak Senin (24/11/08) lalu, dibuka secara resmi oleh Asisten III Setda Alor, Drs. Sinsigus Pulingmahi. Dalam pelatihan ini, kedua lembaga menghadirkan nara sumber yang masing-masing adalah Drs. Sinsigus Pulingmahi yang mewakili Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta yang berhalangan hadir, Kabag Hukum Setda Alor, Amirullah, SH, M.AP serta Direktur Eksekutif PIKUL Kupang, Silvia Fanggidae. Sementara fasilitator yang dilibatkan terdiri dari Drs. John L.Maro, Maria Julita Sarina, SE, Largus Ogot dan Melkson Bery, SH, M.Si. Sedangkan organisasi pelaksana pelatihan terdiri dari Drs. John L.Maro, Karel Dolpaly dan Milka Jalla.
Ketua Panitia, Karel Dolpaly, menjelaskan, dipilihnya desa-desa di Kecamatan Pulau Pura sebagai peserta pelatihan, oleh karena desa-desa tersebut adalah desa binaan Yayasan Lendola bekerja sama dengan Pikul Kupang. Desa-desa ini adalah desa-desa yang sangat beresiko terjadinya bencana alam setiap tahun. Wilayah binaan ini perlu diberikan pelatihan mulai dari proses perencanaan pembangunan, pembuatan perdes, APBDes dan RPJMDes yang berwawasan bencana alam. Dengan demikian, sejak awal, semua pihak menyadari akan peran dan tugas masing-masing bagaimana mencegah dan menanggulangi resiko dari terjadinya bencana alam. Tujuannya adalah mendorong peningkatan kapasitas aparat pemerintah desa dan BPD, mendorong masyarakat dalam mendukung pembangunan desa, mendorong dukungan pemda dan penguatan kapasitas lembaga pendamping.
Sehubungan dengan pelatihan ini, Ketua Yayasan Lendola, Drs. John L.Maro, mengatakan, kondisi masyarakat di 5 desa binaan adalah masih banyak masyarakat yang menghuni rumah yang tidak tahan gempa. Desa-desa ini berbatasan dengan laut sehingga sangat berpotensi terjadinya tsunami yang cukup tinggi. Desa-desa dengan kemiringan di atas 45 derajat ini berkarakter tidak subur karena bebatuan dan selama ini sangat jarang dilakukan penyuluhan pertanian, peternakan dan ekonomi rumah tangga oleh pemerintah. Selain itu, kata John, kelembagaan yang ada di desa hingga saat ini belum berfungsi secara baik karena kurang memahami tugas dan fungsi masing-masing.
Sementara itu, Direktur Eksekutif, Silvia Fanggidae, mengatakan, pemberian otonomi desa sebagaimana amanat UU No. 32 Tahun 2004 hingga saat ini masih setengah hati. Desa belum sepenuhnya diberikan ruang untuk menyusun perencanaan pembangunan di desa. Ini terbukti dari berbagai usulan perencanaan di desa yang tidak diakomodir oleh pemerintah daerah, sehingga kegiatan pembangunan desa masih bersifat top down. Banyak kegiatan pembangunan atau proyek yang turun, kata Silvia, kurang tepat sasaran karena tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Silvia berjanji, untuk terus meningkatkan penguatan kapasitas desa dalam penyusunan kebijakan publik maka pihaknya akan terus memberikan pendampingan di desa.
Sebelumnya, ketika membuka kegiatan pelatihan, Asisten III Setda Alor, Drs. Sinsigus Pulingmahi, menympaikan terima kasihnya atas kepedulian Lendola dan Pikul Kupang untuk memberikan penguatan kapasitas masyarakat desa. Kegiatan tersebut sangat membantu pemerintah daerah dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk bersama-sana nenyusun kebijakan publik di desa. Ia pun berharap, kegiatan serupa bisa dilakukan di desa-desa yang lainnya.

Laporan: silnusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar