Jumat, 04 Juni 2010

Naomi Ruth Orpha Sir, S.Pd; Harumkan Alor Hingga Ke Taipe





foto: Naomi Ruth Orpha Sir, S.Pd.


SEDERHANA dan tidak banyak bicara, itulah sosok seorang ibu bernama Naomi Ruth Orpha Sir, S.Pd. Guru SMP Negeri 3 Kalabahi ini memang tidak setenar para tokoh perempuan Alor lainnya. Dari kesederhanaannya dan ketenangannya inilah ia berbuat sesuatu yang sangat berarti bagi daerah ini. Ia tak butuh piagam penghargaan dari pemerintah atau siapa saja. Cita-citanya sebagai guru terwujud. Anak asuhnya Adiyah Junaidi Kapukong berhasil ke Taipe mengikuti teknologi tepat guna tingkat Asia. Sebelumnya Adiyah Junaidi Kapukong dan rekannya Rany Febrian Pelang juga berhasil masuk dalam enam besar sebagai peserta terbaik tingkat nasional dalam lomba teknologi tepat guna. Bayangkan saja, lomba ini di tingkat Kabupaten Alor tak dapat juara sama sekali. Hasil tulisannya dikirim ke LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Subang dan Jakarta. Setelah diseleksi dari ribuan karya tulis yang berasal dari seluruh Indonesia, ternyata karya tulis berjudul Es Krim Labu Kuning dinyatakan lolos dan masuk enam besar. Para penemuk teknologi ini pun diundang ke Subang dan Jakarta untuk mempresentasikan sekaligus menunjukan kebolehannya di bidang teknologi ini. Hasilnya, Adiyah Junaidi Kapukong pun mewakili Indonesia untuk mengikuti lomba di tingkat Asia di Taipe.
Ibu Orpha demikian panggilannya sehari-hari juga selalu tampil dalam sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMPD) Kabupaten dan Dharma Wanita Alor. Ia pun setia melatih kaum ibu atau siapa saja yang ingin belajar pembuatan kerupuk dari ikan belo-belo, anggur pisang, es krim dan lain-lain.
Di tingkat nasional, bukan cuma es krim labu kuning saja yang mengharumkan nama Alor. Ia pun berhasil menunjukan eksistensi Alor melalui siswanya Agodi Legibeka yang berhasil menjuarai teknologi tepat guna pembuatan kerupuk ikan belo-belo. Saat di Subang, melalui siswanya, karya tulis dan hasil prakteknya mendapat Juara I setelah sebelumnya berhasil masuk 10 besar. Ibu Orpha pun puas karena bisa berjabatan tangan dengan Wakil Presiden RI, Muhammad Jusuf Kalla di Pontianak tahun 2006 silam. Di Kota Pontianak itulah Bupati Alor saat itu, Ir. Ans Takalapeta, menerima penghargaan.
Namun, ibu Orhpa kini sedih. Kesedihannya bukan karena tak ada hadiah atau penghargaan dari pemerintah. Kesedihannya oleh karena sikap para siswanya. Ia pesimis terhadap siswanya karena kalau dilombakan pasti yang terpikir oleh benak siswa adalah aka nada uang hadiah yang besar. Padahal bukan itu yang diharapkannya.
“Saya puas karena tugas sebagai seorang guru bisa menunjukan hasil yang maksimal. Selama ini kalau ada undangan atau lomba dari pusat, kami di SMP Negeri 3 Kalabahi selalu dianak-tirikan. Selalu saja sekolah lain yang dikirim. Kalau ada lomba seni dan olahraga selama ini yang dominan diikutkan adalah dari SMP Negeri 1 Kalabahi. Kalau kami di SMP Negeri 3 selalu dinomor duakan, “ujarnya.
Walaupun hingga kini tak ada penghargaan dari pemerintah daerah, tapi ibu Orpha berterima kasih atas kepedulian para pegiat LSM seperti John L.Maro dari Yayasan Lendola. Lendola memberikan dukungan dengan mengikutkan Orpha di Academia Award tahun 2008 lalu. Selain Lendola, ia juga mendapat dukungan dari WVI ADP Alor serta BPMPD Alor yang memberikan bantuan alat pembuatan tutup botol.
Ibu Orpha pun menghasilkan inovasi baru pembuatan anggur dari pisang. Hanya saja ia menemui kendala karena anggur yang dihasilkannya mengandung kadar alcohol terlalu tinggi yakni mencapai 16 persen.
“Saya pernah tawarkan ke beberapa gereja tapi mereka ragu karena selain kadar alcohol, saya juga belum ada ijin industry rumah tangga. Minuman beralkohol harus ada ijin khusus, “ujarnya.
Orpha berharap, hasil karyanya dinikmati oleh banyak orang. Ia pun pernah menyarankan kepada TP PKK dan Dinas Perindag agar membangun satu tempat guna menampung hasil produksi es krim, kerupuk dan anggur. Selama ini, ia pernah menawarkan di took-toko, namun, pemilik took menyarankan untuk membawa sendiri freezer guna menyimpan barang dagangannya. Hal ini tak bisa dipenuhi karena untuk membeli freezer harganya sangat mahal.
“Saya ingin agar es krim bisa dicicipi masyarakat sebagai makanan. Karena bahan yang digunakan sangat alami. Labu kuning itu anti oksidan, vitamin A. Bahan alami, sangat bagus untuk anak-anak, “ujarnya sambil promosi.
Kendala lain yang dihadapinya adalah hasil olahannya tak mengandung bahan kimia sehingga tidak bisa bertahan lama kalau disimpan. Kalau di simpan lama rasanya kurang nikmat. Orpha juga mengaku pernah menjual es krim di sekolah bila musim panen labu kuning.
“Kendala;yang saya hadapi selama ini adalah alat tidak ada. Saya senang kalau ada yang memberikan dukunga, “ujarnya.


Tanggapan Warga

‘Harus Dimanfaatkan’
Dra. Ina P.V.Ndjurumana:

Potensi lokal sangat besar yang bisa dimanfaatkan. Ibu Orpha sudah melahirkan suatu inovasi baru dan selayaknya pemerintah memberikan penghargaan. Bagi kami yang sama-sama guru, umumnya kami tidak mengharapkan itu. Kami hanya merasa puas bila apa yang kami ajarkan ke siswa bisa berhasil direasapi. Saya hanya mengatakan, dalam status guru jadilah guru dan dalam komunitas lain bisa kembangkan. Kalau PIKUL dan Lendola sudah berpikir selanjutnya mau seperti apa, dia bisa jadi pemikir dan kita sebagai pelaksana. Kendala dana, waktu dan lain-lain bisa dicari jalan keluar. Di komunitas perempuan, ini sebuah kebanggaan bagi kami karena selain sebagai guru, Ibu Orpha harus mengajar tetapi juga sebagai ibu rumah tangga. (*)


‘Harus Dimiliki Masyarakat’
Sam Tapaha Duka, SM

Apa yang dimiliki ibu Orpha harus dimiliki masyarakat. Ini bentuk pendidikan life skill. Lembaga teknis belum melihat ini. Di sekolah-sekolah bisa jadikan ini sebagai muatan ,lokal. Selama ini ada degradasi nilai di kalangan guru. Tidak melihat guru sebagai profesi tetapi sebagai transit. Sifat orang Alor tidak puas kalau lihat orang lain sukses. Ada orang yang tidak puas ada kemajuan. Ibu Orpha punya pengetahuan. Ini sangat penting bagi masyarakat dan daerah ini. Selama ini, kita punya SKB tapi sampai sekarang masih berdiri kosong tidak dimanfaatkan. Gedung mewah tidak dipakai. Pemda hanya pakai sekolah dan aula mewah. Bagi saya, ibu punya keinginan ke depan yang sangat besar tapi masih bergerak di lingkungan kecil. Sebetulnya,. Saat juara itu memotivasi kita. Tapi masalahnya selama ini adalah kita masih melihat siapa orangnya. Di Alor sangat subyektif dalam pemberian penilaian. Tingkat penilaian masih subyektif dan primordial. Saya 35 tahun mengajar dari TK sampai SMA. Saya lihat seperti itu.
Ibu Orpha punya semangat besar. Saya pernah sampaikan ke mantan Kasubdin Luar Sekolah tapi tidak ada tanggapan. Selama pensiun, saya dipanggil oleh LSM Lendola. Banyak aktor yang bagus tapi kurang didukung. (*)


Laporan: Silnusa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar