Sabtu, 05 Juni 2010

Pdt. ANTIPAS LA’ ANA; PENGINJIL YANG PEDULI LINGKUNGAN DAN PEMUDA

“Suatu hari Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta memberi informasi kepada saya bahwa saya masuk dalam nominasi untuk mendapatkan Kalpataru dari Presiden RI karena peran saya dalam bidang lingkungan hidup di Alor. Mendengar informasi yang disampaikan Bupati itu, saya katakan bahwa saya bekerja bukan untuk mendapatkan Kalpataru atau dapat apa-apa.” Lalu Pak Bupati bilang, ah pendeta apa kok tolak naik pewasat ke Jakarta.” Saya
juga bilang ke bupati, kalau mau beri saya penghargaan, bawa datang saja ke sini, kalau saya harus pergi ke Jakarta, saya tidak mau. Akhirnya Kalpataru dibawa oleh Pak Bupati ke Alor. Suatu ketika, saya terkejut karena tiba-tiba ada banyak mobil yang masuk ke bukit doa ini. Saya pikir dalam hati, jangan –jangan karena saya tidak pergi jadi mereka datang ke sini. Dalam rombongan itu, ada Pak Wakil Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Kemudian Pak Bupati menyerahkan Kalpataru ke saya. Saya punya alasan teologis dan itu bisa dibaca dalam 2 Korintus 6 : 9 “sebagai orang yang tidak dikenal namun terkenal, sebagai orang yang nyaris mati tetapi sungguh hidup, “ ungkap Antipas yang pernah menerima cincin emas dari Gubernur NTT, Piet Alexander Tallo ini.
Lelaki tegar berambut keemasan ini, dilahirkan di Wolatang- Alor pada 2 November 1946 dengan nama lengkap Antipas La’ana. Saat ini tokoh agama yang menggeluti bidang penghijauan bukit gundul Ayalon ini berdiam di Desa Petleng, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Ia menyelesaikan Pendidikan Sekolah Rakyat (SR) dan melanjutkan ke SMP Negeri Kalabahi tahun 1963, dan kemudian meneruskan ke Sekolah Menengah Atas di Kalabahi lalu masuk Perguruan Tinggi di Sekolah Theologia Jaffray, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tahun 1965 sampai tamat tahun 1971. Usai menamatkan pendidikan tingginya di Bumi Angin Mamiri, Antipas kembali ke tanah kelahirannya dan menjadi Pendeta di Alor.

Antipas merupakan sosok yang tidak mau menggantungkan hidupnya pada keadaan dan pasrah pada nasib. Selain menekuni bidang theologi dan lingkungan hidup, dia juga aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan. Ketika kembali dari perantauan di Ujung Pandang dan lama menjadi Pdt di Kota Kalabahi, dia kemudian mendirikan serta memimpin Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Ayalon pada tahun 1970 sampai sekarang. Dia juga diangkat menjadi Ketua Konferensi Daerah III GKII NTT, menjadi Ketua Komisi Penginjilan Daerah tahun 1972 – 1983, dan pernah dilantik menjadi Pendeta melalui Konferensi Daerah III NTT 1974 di Welai, Alor. Dalam kedudukannya sebagai Ketua Yayasan Ayalon, Antipas pernah diundang oleh DR. Billy Graham untuk menghadiri Konferensi Penginjilan Sedunia di Amsterdam - Belanda pada tahun 1986.

Selain itu, Tokoh yang tegas, keras dan lemah lembut ini pernah menjadi Asisten Gembala Sidang GKII Watatuku pada tahun 1972 – 1982. Diangkat menjadi Ketua Komisi Penginjilan Daerah V GKII Alor – NTT melalui. Konferensi tahun 1984 – 2003.
Pekerjaan terakhir yang ditekuni saat ini adalah sebagai pemrakarsa sekaligus pendiri Pusat Latihan Pemuridan (PLP) dan Sekolah Alkitab Ayalon pada tahun 1982 sampai sekarang.

Aktivitas Antipas yang pernah meraih Kalpataru dari Presiden ini, unik dan merarik untuk disimak. Sebab Antipas merupakan figur dan sosok agak langka, karena selain menghijaukan bukit gundul Ayalon, dia juga menetap di dalam wilayah hutan Ayalon, membangunnya menjadi tempat doa dan refresing religius untuk menghilangkan stress dan kepenatan orang-orang yang didera beban berat dan depresi.

Salah seorang jurnalis yang juga Pemimpin Redaksi Tabloid Ombay News di Alor, Silvester Nusa, menuturkan, Antipas adalah satu-satunya tokoh religius yang berkiblat ke lingkungan alam. Hal ini belum pernah ada Pendeta di Alor yang melakukannya. Uniknya, banyak orang pemuda-pemudi yang mabuk, nakal dan terlibat narkoba, serta berbagai keluarga yang hancur berantakan rumah tangganya telah banyak ia sembuhkan dengan doa dan beristirahat di dalam hutan lamentoro buah karya tangannya, beber wartawan senior di Bumi Kenari ini.

Hal senada juga diungkapkan oleh, Dorkas, salah seorang warga masyarakat yang sering datang ke Bukit Doa untuk meminta pelayanan doa, mengatakan, Antipas adalah pekerja keras yang tidak kenal lelah, perjuangan menghijaukan bukit ini memakan waktu yang lama, namun dia tetap setia menjalaninya hingga bukit ini menjadi hijau dan rimbun dengan pepohonan.
Antipas mengakui bahwa semua aktivitas yang ia lakukan telah membantu banyak orang. Dia menceritakan, sejak tahun 1979-1980 ia datang ke Bukit Ayalon. Saat itu, bukit Ayalon terlihat gundul dan gersang, hanya ada bebatuan bebatuan cadas. Saat itu, dirinya justru dicap sebagai seorang yang bodoh dan orang gila. Bahkan di lingkungan gereja pun menolak dan mengoloknya, karena berpindah dari lingkungan gereja dan tinggal di bukit gundul itu. Menurut mereka, tidak lasim seorang Pendeta yang seharusnya memimpin umat dan jemaatnya dari dalam lingkungan gereja, malah membangun tempat doa di atas bukit gundul dengan membangun pondok doa baru.

Dia mengisahkan, saat mulai menanam pohon pada bukit gundul dan membuka tempat doa, dia menemukan seekor anak rusa. Rupanya karena ia sangat mencintai binatang rusa yang menjadi salah satu binatang langka di Alor yang sering diburuh. Anak rusa itu terus dia pelihara dan berkembang biak sampai sekarang. Saat ini sudah ada dua kandang rusa. Jumlahnya sekitar 50 ekor. “Saya datang ke bukit ini karena petunjuk Tuhan dalam doa. Saya berdoa dan Tuhan menggerakan hati saya untuk datang ke sini. Saya percaya bahwa Tuhan tidak hanya ada di gereja saja tetapi di mana saja, termasuk di alam terbuka ini, demikian tuturnya menantang berbagai anggapan dan opini miring tentang perjuangannya.

Lebih jauh lagi, dia mengatakan, setiap hari saya menanam sepohon demi sepohon tanaman lamentoro dan berbagai bibit pohon lainnya. Saya juga memperhatikan mereka setiap hari, pagi dan sore saya selalu berjalan keliling bukit ini mengamati pohon-pohon yang saya tenam. Kalau ada yang mati, keesokan harinya langsung saya tanam ulang.
Waktu itu, saya mempunyai beberapa anak-anak dan umat yang datang membantu. Mereka saya beri tugas untuk menyiram dan merawat serta menjaganya agar tanaman tanaman tidak dimakan binatang. Seiring perjalanan waktu, tanaman tanaman yang semula kecil, perlahan tumbuh dan menjadi besar. Saya larang orang atau pengunjung yang datang ke bukit ini merusak tanaman, mematahkan ranting, mencuri kayu dan atau membuang sampah-sampah plastik. Setiap orang yang masuk ke bukit doa ini juga tidak boleh merokok dan membung puntung rokok di sini. Memang awalnya, saya menghadapi tantangan yang berat, karena kebiasaan masyarakat yang tidak mengandangkan ternak sering masuk ke wilayah bukit dan memakan tanaman. Selain itu juga ada orang-orang yang masuk mencari dan mencuri kayu api, namun karena sering saya awasi, lama kelamaan kebiasaan itu perlahan berkurang dan hilang. Saat ini, bukit Doa Ayalon, akhirnya menghijau rimbun bak hutan belantara yang berdiri megah indah dan menakjubkan di tengah Kota Kalabahi yang makin hari makin terik ini. Demikian ceritanya mengenang sejarah karyanya dalam menghijaukan bukit gundul, yang telah menguras waktu dan tenaga namun telah membuahkan hasil dan menyumbangkan secuil O2 bagi masyarakat Alor, NTT dan dunia ini.
Pengalaman yang sangat berkesan dari Antipas, adalah ketika dia ditolak atau tidak diterima oleh kalangan Gereja. Awalnya para Pendeta dan juga beberapa anggota jemaat tidak mengakuinya sedikit pun dan mengucilkan dia, tetapi setelah ada hasil barulah ada yang mulai mengakuinya.
Dalam perjuangan menghijauhkah hutan ini, Antipas tidak bekerja sendirian. Dia menggerakan dan melibatkan semua orang yang mendukungnya, baik anak-anak kecil, kaum muda dan orang tua, termasuk kaum perempuan. Semuanya bersama-sama bekerja bahu membahu sesuai dengan kemampuannya masing-masing berusaha bekerjasama menanam dan merawatnya. Menurut dia, peran kaum perempuan bukan hanya membantu menyiapkan makan dan minum tetapi juga bersama-sama bekerja mulai dari merawat pohon hingga bersama membangun tempat doa ini.
Dalam dadanya hanya berkobar satu tujuan yang mulia dari semua aktivitasnya di atas Bukit Doa Ayalon, yaitu untuk menjaga kelestarian hutan dan sumber daya air demi keberlangsungan hidup manusia, binatang dan tumbuhan.

Berkat usahanya, pada tahun 2006 Antipas berangkat ke Israel bersama 17 rekan Pendeta. Di Israel, dia sempat mengunjungi Lembah Ayalon. “Di Israel pohon sangat kurang dibandingkan hutan di Indonesia. Di Israel, Lembah Ayalon menjadi tempat wisata rohani. Dia berharap di Bukit Doa Ayalon juga bisa menjadi tempat wisata rohani, itulah impian Pdt. Antipas.

Sekarang, bukit doa ini banyak didatangi anak muda, ada yang pemabuk dan dan anak-anak nakal. Mereka datang mau bertobat dan belajar pendalaman Alkitab. Ada diantara mereka yang sudah jadi pendeta. Ada juga yang datang menikmati panorama dan kesunyian bukit ini. Selain itu, ada pula yang datang meminta disembuhkan, seperti orang gila, buta, lumpuh, broken home, termasuk orang-orang yang ingin mendapatkan anak atau jodoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar